A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya sehingga makalah
kami dapat terselesaikan dan semoga ini bermanfaat bagi pembaca. Meskipun ada
beberapa kendala terkait dengan pencarian referensi dan perancangan makalah,
namun dengan berbagai usaha, kendala tersebut dapat terselesaikan. Kami
kelompok sepuluh dengan anggota; Anjari
Isnanu Muarofah (10130002), Nur Laily
(10130108), dan Rosyidah Mahfudlotin (10130013) Fakultas Tarbiyah, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Semester VI dari Kelas IPS B dengan
Dosen Pengampu Drs. H. Zulfi Mubarak, M.Ag.
Pada
kesempatan ini kami mendapatkan judul makalah “Hubungan Pendidikan dengan
Politik dan Negara”. Pentingnya judul ini kami bahas untuk mengetahui Peran dan
Fungsi Pendidikan terhadap politik dan Negara, begitupun juga sebaliknya. Selain
itu dengan mempelajari materi ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas
terkait apa saja yang telah diberikan oleh Negara kepada pendidikan.
Isi
global makalah ini adalah Pengertian pendidikan secara etimologi dan
terminology, Pengertian politik dan Negara secara etimologi dan terminology,
dan hubungan pendidikan dengan politik dan Negara baik ditinjau dari pendidiakan secara umum maupun
pendidikan islam.
2. Tujuan Masalah
a.
Ingin memahami Pengertian
Pendidikan secara etimologi dan terminology.
b.
Ingin mengetahui
Pengertian Politin dan Negara secara etimologi dan terminology.
c.
Ingin memahami hubungan
pendidikan dengan Politik dan Negara.
3. Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian Pendidikan secara etimologi dan terminologi?
b. Apa
pengertian Politik dan Negara secara etimologi dan terminology?
c.
Bagaimana
hubungan Pendidikan dengan Politik dan Negara ?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
a. Secara Etimologi
Pendidikan
berasal dari kata 1) “didik, mendidik” yang berarti memelihara dan memberi
latihan atau ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 2) “didikan” yang
berarti hasil mendidik dan yang dididik. 3) “Pendidik” yang berarti orang yang
mendidik. Jadi Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang atau usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan; proses perbuatan, cara mendidik;[1]
Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah 1) Perbuatan (hal, cara, dsb. ) 2) Ilmu didik, ilmu mendidik
3) Pemeliharaan (latihan-latihan dsb.) [2]
dan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Pendidikan diartikan sebagai
proses pengubahan cara berpikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran,
penyuluhan, dan latihan. [3]
Kamus Webster’s menyebutkan education is education is 1). the act or
process of educating; training through study or intruction; also, the course of
study and discipline for this purpose. 2). the knowledge, skill, and
development gained through instruction and training. 3). a science dealing with
the principles and practice of teaching and learning.[4]
b. Secara
Terminologi
Secara
terminologis, para ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan
berbagai tujuan. Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah)
adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran
Islam. Dalam Dictionary of Educaition dinyatakan bahwa pendidikan
adalah:
a. Proses
seorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat tempat mereka hidup.
b. Proses
sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungannya yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang di sekolah), sehingga mereka
dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimum. Dengan kata lain, perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam
tingah laku, pikiran dan sikapnya
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah aktivitas
dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikiran, karsa, rasa, cipta, dan hati
nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan).[5]
Pendidikan
adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia
yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. [6]
2. Pengertian
Politik dan Negara
a. Secara Etimologi
Istilah
politik berasal dari kata Polis (bahasa Yunani) yang artinya kota atau Negara
Kota. Dari kata polis dihasilkan kata-kata, seperti:
·
Politeia
artinya segala hal ihwal mengenai Negara.
·
Polites
artinya warga Negara.
·
Politikus
artinya ahli Negara atau orang yang paham tentang Negara atau negarawan.
·
Politicia
artinya pemerintahan Negara.
Kemudian
arti itu berkembang menjadi Polites yang
berarti warganegara, Politeia yang
berarti semua yang berhubungan dengan negara, Politika yang berarti pemerintahan negara
dan
Politikos yang berarti
kewarganegaraan.[7]
Secara literal
istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat,
state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap.[8]
b. Secara
Terminologi
Politik
ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan
dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.[9]
Para
ilmuan politik kontemporer berpandangan bahwa politik ialah proses pembuatan
keputusan dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang mengikat bagi suatu
masyarakat. Perilaku dan pelaksanaan keputusan politik dan yang melakukan
kegiatan tersebut ialah pemerintah dan masyarakat.Warga negara memang tidak
memiliki fungsi menjalankanpemerintahan, tetapi mereka memiliki hak untuk
mempengaruhi orang yang menjalankan fungsi pemerintahan itu.[10]
Politik
dalam makna yang luas, menurut Deutsch yang dikutip suprayogo adalah koordinasi
usaha-usaha serta pengharapan-pengharapan manusia yang dapat diandalkan untuk
mencapai tujuan masyarakat.[11] Mirip
dengan itu, person menyataka politik sebagai perangkat-perangkat tertentu yang
bertalian dan diperlukan untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan masyarakat guna
mencapai tujuan, atau menentukan tujuan bersama.[12]
Menurut
jamaluddin kafie dalam pengantar buku politik islam konsepsi dan dekumentasi,
bahwa politik adalah suatu kebijaksanaan untuk mengatur suatu pemerintahan yang
berdaulat atau masyarakat dalam bernegara.[13]
Bagi
masyarkat pada lapisan bawah, politik lebih diinterprestasikan sebagai
kepatuhan. Atau sebagai keterkaitan kepada pemimpin atau calon pemimpinyang
dianggapnya baik. Sedangkan bagi mereka yang terglng masyarakat pada gloongan
lapisan atas, memiliki anggapan beragam terhadap politik. Diantaranya mereka
beranggapan bahwa politik adalah usaha menggerakan anggota masyarakat untuk
tujuan kebaikan, politik merupakan upaya mencari pengaruh, atau politik adalah
sebagai memperjuangkan kepentingan dan lain lain.
Melihat
beragamnya anggapan masyarakat dalam memaknakan satu istilah yang sama
tersebut, menunjukan bahwa ternyata didalam masyarakat belum ada keseragaman
daam mengartikan istilah politik. Bahkan diantara para ahli ilmu politik
sendiri belum memiliki satu kesepakatan tentanf arti yang pas untuk istilah
itu. Diantara para ahli politik terdapat lima pengertian terhadap istilah ini.
Pertama,
politik ialah usaha usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan
mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segaalla hal yang
berkaitn dengan penyelengaraan negara
dan pemerintahan. Ketiga, politik merupakan suatu kegiatan yag diarahkan untuk
mencari dan me mepertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politk
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
umum. Sedangkan kelima, politik adalah konflik dalam rangka mencari dan
mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.[14]
Kata politik
merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar anggota
masyarakat. Pada event tertentu, istilah ini sering menjadi buah bibir, seperti
pada saat hangat-hangatnya pemilihan umum (pemilu), pemilihan presiden
(pilpres), atau pemilihan kepala daerah berlangsung. Semua anggota masyarakat
dalam semua tingkatannya termasuk mereka yang tergolong sebagai lapisan atas
maupun lapisan paling bawah sekali pun sebenarnya telah mengenal
istila”politik”.
Bagi masyarkat
pada lapisan bawah, politik lebih diinterprestasikan sebagai kepatuhan. Atau
sebagai keterkaitan kepada pemimpin atau calon pemimpinyang dianggapnya baik.
Sedangkan bagi mereka yang terglng masyarakat pada gloongan lapisan atas,
memiliki anggapan beragam terhadap politik. Diantaranya mereka beranggapan
bahwa politik adalah usaha menggerakan anggota masyarakat untuk tujuan
kebaikan, politik merupakan upaya mencari pengaruh, atau politik adalah sebagai
memperjuangkan kepentingan dan lain lain.
Melihat
beragamnya anggapan masyarakat dalam memaknakan satu istilah yang sama
tersebut, menunjukan bahwa ternyata didalam masyarakat belum ada keseragaman
daam mengartikan istilah politik. Bahkan diantara para ahli ilmu politik
sendiri belum memiliki satu kesepakatan tentanf arti yang pas untuk istilah
itu. Diantara para ahli politik terdapat lima pengertian terhadap istilah ini.
Pertama, politik ialah usaha usaha yang ditempuh warga negara untuk
membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segaalla
hal yang berkaitn dengan penyelengaraan
negara dan pemerintahan. Ketiga, politik merupakan suatu kegiatan yag diarahkan
untuk mencari dan me mepertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politk
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
umum. Sedangkan kelima, politik adalah konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan
sumber-sumber yang dianggap penting.[15]
Negara
secara obyektif diartikan sebagai suatu wilayah yang dihuni oleh sejumlah
penduduk yang mmiliki sistem pemerintahan sendiri secara otonom serta memperleh
pengakuan dari negara lain. Sedangkan secara subyektif negara diartikan sebagai
sekumpulan individu yang menduduki posisi yang memiliki wewenang dalam membuat
dan melaksanakan keputusan yang mengikat semua pihak yang ada diwilayah
tertentu. Termasuk ke dalam wilayah ini adalah presiden, para menteri dan para
kepala daerah.[16]
Untuk
Indonesia, pengertian negara menurut Arief budiman,[17] ada
dua pokok pengertian, pertama, negara merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan
yang sangat besar didalam masyarakat. Negara dapat memaksakan kehendakanya
kepada warga, bahkan kalau perlu negara memiliki keabsahan untuk menggunakan
kekerasan fisik daam memaksakan kepatuhan masyarakat terhadap perintah-perintah
yang dikeluarkan. Kedua, kekuasaan yang sangat besar tersebut diperoleh karena
negara merupakan pelembagaan dari segenap kpentingan umum. Sebagai lembaga yang
mewakili kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok minoritas yang secara
kuanitatif kecil artinya dibandingkan keseluruhan anggota masyarakat.
Ilmu politik
mempelajari aspek negara, kekuasaan (force), dan kelakuan politik. Kekuasan
diartikan dari kata authority, control, capacity, dan relationship.
Definisi ilmu politik dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain sebagai
berikut:
1.
Ilmu
politik dilihat dari aspek kenegaraan adalah ilmu yang mempelajari negara,
tujuan negara, lembaga-lembaga negara, hubungan negara dengan warga negaranya,
dan hubungan antarnegara.
2.
Ilmu
politik ditinjau dari aspek kekuasaan adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan
dalam masyarakat, yaitu sifat hakiakat, dasar, proses, ruang lingkup, dan hasil
dari kekuasaan itu.
3.
Ilmu
politik dilihat dari aspek kelakuan politik ialah ilmu yang mempelajari
kelakuan politik dalam sistem politik, kekuasaan, kepentinga, dan
kebijaksanaan.[18]
3. Hubungan
Pendidikan dengan Politik dan Negara
Sebagai
bagian dari kehidupan masyarakat, kegiatan pendidikan selalu terkait dengan
aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya. Seperi kehidupan ekonomi, sosial,
politik, agama dan kebudayaan masyarakat yang masing-masing mengalami
fluktuasinya menuju pada pola-pola perkembangan masing-masing yang masih saling
mempengaruhi. Aspek kehidupan pendidikan merupakan suatu wilayah yang tidak
saja penting tetapi juga menarik bag aspek kehidupan lain.
Dalam
pandangan lebih spesifik dinyatakan oleh paulo freire,[19]
seorang ahi pendidikan berkebangsaan brazil menyebutkan “Pendidikan pada
dasarnya sealu bersinggungan dengan kekuasaan” dalam hal ini kekuasaan bisa
dipahami sebagai salah satu aspek kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan
persaingan antar kelompok dalam memperebutkan pengaruh bik diluar maupun
didalam kawasan pendidikan itu sendiri, serta bisa dimngerti sebagai kekuasaan
negara yang wilayah jangkauannya mencakup banyak bidang termasuk kekuasaan
negara dalam pendidikan.
Sebagai
suatu kawasan yang terkait dan terikat dengan kekuasaan negara, maka penddikan
sebagai mana aspek-aspek kehidupan lain seperti sosial, ekonomi, kebudayaan,
tidak bisa dianggap sebagai kawasan yang bersufar “sui generi”. Dalam pandanga positif, kawasan
pendiikan merupakan suatu kawasan yang membutuhkan campur tangan kekuasaan
negara agar dapat dioptimalkan menjadi ebih baik, namun dalam pandangan
negatif, persinggungan pendidikan dengan kekuasaan negara selalu berujung pada
pemanfaatan pendidikan demi kepentingan kekuasaan.
Dalam
hal ini, keterpautan antara pendidikan dengan kekuasaan negara dapat dilihat
sebagaimana keterpautan antara lembaga-lembaga pendidikan dimasyarakat dengan
penyelenggaraan negara. Yaitu lembaga-lembaga pndidikan yang dalam wujud
konkritnya berupa sekolah, aneka lembaga kursus, taman bermain, pondok
pesantren, organsasi kepemudaan dan keluarga. Akan tetap dari semua lembaga
pendidikan yang ada, lembaga-lembaga pendidikan formal lah yang paling nyata
terlihat banyak bersinggungan dengan kekuasaan negara, yaitu sekolah dan
universitas.
Menurut
banyak ahli, pendidikan khususnya jenis pendidikan formal dalam sejarah selalu
berhubungan dengan kekuasaan negara. Hubungan dan persinggungan tersebut
tampaknya berlangsung terus dan akan tetap terus barlangsung, meskipun keduanya
mengalami pergeseran masing-masing seiring dengaan perubahan dan tuntutan
jaman. Pada satu sisi, penyelenggaraan pendidikan akan mengalami pergeseran
dalam beberapa unsur didalamnya, pada sisi yang lain, sistem penyelenggaraan
negar juga mengalami perubahan dalam setiap periode waktu.
Perubahan
penyelenggaraan pendidikan ini antara lain menyangkut menejemen pendidikan,
missalnya dari centralized management menjadi dezenralizen management, dari
state based school development menjadi comunitu based scool development, dan
lain lain. Sedangkan perubahan sistem penyelenggaraan negara misalnya dari
sistem monarki berubah menjadi aristokrasi, meritokrasi,oligarki, atau
demokrasi.
Meskipun
keduanya mengalami perubahan dalam periode sejarah tertentu sebagaimana
disebut, namun keduanya selalu mengalami persinggungan yang bersifat sinergis
dan saling menguntungkan maupun bentuk persinggungan yang bersifat eksplitatif.
Persinggungan
antara keduanya tersebut menurut Edward Steven dan George H Wood[20]
sebernarnya bersumber dari adanya “system
of beliefs” yang sama. Dengan “system
of beliefs” ini suatu cita-cita yang ideal masyarakat dan pendidikan hendak
dibangun. Daam pengertian sederhana “system of beliefs” ini disebut dengan
ideologi. Andi Makkulua [21] juga
menambahkan bahwa pelaksaan pendidikan selalu ditentukan oleh corak idiologi
suatu negara.
Oleh
karena kekuasaan negara yang sangat bagitu besar mencakup segenap kehidupan
masyarakatnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa negara juga mengatur kehidupan
pendidikan. Negara emilik kepentingan terhadapanya, sebaliknya dunia pendidikan
(khususnya para praktisi) juga menaruh harapan besar atas perthatian negara
terhadapnya. Bila hal ini berjalan normal, maka keterkaitan antara pendidikan
dan negara bisa berlangsung sacara simbiosis-mutualisme.
Dalam
kenyataannya, keterkaitan atau persinggungan antara keduanya ternyata berjalan
secara bervariasi, dimana pada suatu saat bisa berlangsung secara mutualis yang
masing masing saling memperleh dan mengambil keuntungan atas hubungan secara
eksplitatif-dependensia pihak satu terhadap yang lain.
Hubungan
eksploitatif atau hubungan yang kurang seimbang ini bisa terjadi manakala,
disatu sisi pendidikan (sekolah dan universitas) mengeksploitasi negara seperi
yang erjadi pada abad petengahan dimana lembaga-lembaga pendidikan skolastik
pada saat itu memanfaatkan gereja dan negara untuk mencapai puncak dari
kemajuan. Pada saat itu embaga embaga pendidikan skolastik sangat manja dan
dimanjakan olaeh gereja, yang berarti pula di manjakan oleh negara. Sebab pada
abad petengahan tersebut anara gereja dan negara hampir tidak ada batas. Namun
pada sisi lain juga terjadi dan bahkan sering terjadi dimana pihak negra
mengekploitasi sekolah dan pendidikan pada umumnya, seperti yang terjadi diindonesia
pada zaman penjajahan dan pada era orde baru.
Bentuk
nyata atas hubungan antar keduanya yang paling menonjol adalah: disatu sisi,
kelembagaan pendidikan memerlukan dukungan politik dari negara untuk
memperancar dan mndorong terwujudnya cita cita pendidikan sebagaimana para
koonstituennya; sedang disisi lain negaara membutuhkan pendidikan dalam rangka
memenuhi kewajibannya sebagaimana telah diamanatkan didalam konstitusi, agar
mendapat citra positif dimata masyarakat.[22]
Dengan adanya pendidikan, negara akan
memperolh dukungan (legitimasi) lebih kuat khususnya dari kalangan warga
sekolah dan universitas.
Selain
itu, negara juga berkepentingan terhadap lembaga pendidikan untuk digunakan
sebagai agen dalam membangun watak dan kesadaran jiwa nasionalisme (caracter
and nation building) pada warga negara. Karena negara berkewajiban membina dan
menjaga lestarinya semangat nasionalisme warganya.
Kedekatan
hubungan diantara keduanya antara pendidikan dengan kekuasaan negara diatas,
tidak selamanya bisa berlangsung secara fungsional-mutualis, tetapi sering
terjadi diberbagai tempat dan waktu hubungan tersebut berlangsung secara tidak
seimbang. Hal ini menyebabkan hubungan tersebut hanya akan menguntungkan satu
pihak saja terutama negara, sedangkan pihal lembaga sekoah dan universitas
kurang diuntungkan bahkan ditindas untuk melayani kepentingan kesuasaan negara.
Proses
penindasan negara terhadap lembaga pndidikan tersebut terjadi nila: pertama,
sistem kekuasaan negar dijalani secara otoriter bahkan totaiter yang hanya
mementingkan kepentingan negara semata.meskipun juga diakui, ada sistem
kekuasaan yang dijalankan secara totaliter, namun keseluruhan perhatian dan
keberpihakan banyak trtuju pada kepada kesejahteraan sosial (social welfare).
Kedua, watak birokrasinya cenderung patrimonial dn serakah, dengan berprimsip
“state qua state” atau “state qua it self”.[23]
Ketiga, kondisi sumber daya dan sumber dana sekolaha dan universitas yang masih
lemah sehingga kurang mampu memiliki nilai tawar dan kurag bisa mengimbangi terhadpa
pnetrasi kkuatan negara. Keempat, adanya partisipasi sosial (sosila
participation) masyarkat yang masih rendah; serta kelima, umumnya berlangsung
dinegara negara yang sedang mebangu atau terbelakang dimana iiter masih sangat
dominan, seperti indosesian dimasa orde baru.
Dalam
kondisii hubungan yang kurang seimbang tersebut, pendidikan sering hanya
dijadikan sebaagai alat kepentingan kekuasaan negara. Pendidikan hampir selalu
dieksploitsi menjadi hanya sekedar instrumen untuk menanamkan watak loyal dan
kepatuhan bagi waerag negara terhadap kekuasaan negara. Sehingga dengan dalih
demi pembaharuan, menurut Randal collins[24]pendidikan
telah diarahkan dan dibentuk sedemikian rupa menjadi alat efektif dalam
melanggengkan keunggulan kelompok dominan (elit negara).
Sebagaimana
pada perspetif pada teori hegemoni, bahwa salah satu kepentingan paling
menonjol dari negara terhadap pendidikan adalah digunakannya sekolaha dan
universitas sebagai age reproduksi dan sosialisasi idiologi.[25]
Terutama jenis idiologi yang secara imperatif ingin mengajarkan ketaatan dan
kepatuhan kepada masyarakat sekaigus menguasai struktur kognitif masyarakat
tersebut (pelajar), agar mereka secara sadar berseia untuk tunduk dan patuh
kepada rezim penguasa, hal ini dilakukan supaya penguasa negara memperoleh
legitimasi lebih kuat untuk tetap menguasai masyarakat dan terus memegang
kekuasaan.
Upaya
upaya perbaikan pendidikan yang telah dilakukan oleh negara dari satu periode
pembangunan ( yang kemudian dikenal dengan istilah “ pembangunan lima tahun” –
pelita ) keperiode pembangunan beriktnya, pada dasarnya merupakan kamuflase belaka. Upaya upaya perbaikan
pendidikan yang dilakukakn sesungguhnya hanyalah untuk menutupi kepentingan
penasa dalam merancang dan mengoprasikan pendidikan sekolah dan universitas
sebagai agen sosialisasi idiologi dominan.
Dalam
perspektf teori Gramshi, sebagaimana dikutip Nezar patri dan Andi Arief[26],selain
dengan kekuatan represif, negara sesungguhnya juga menjalankan kekuatan
hegomonik melalui idiologi yang mampu melanggengkan kekuasaanya. Salah satunya
adalah melalui lembaga yang disebut sekolah. Lembaga sekolah ini dianggap
sebagai strategis karen ini memiliki fundsi utama dalam menstranformasikan segenap penegtahuan
kognitif, nilai nilai (value), dan ketrampilan (skiil) kepada peserta didik.
Muatan muatan kognitif dan niai ini lah yang sesungguhnya dimasuki dan diisi
mutan idiologis oleh kelompok dominan (negara, yang selanjutnya sekulah
“dipaksa” untuk mau “menginjeksikan” mutan idiologis tersebut kepada kognisi peserta
didik.
Salah
satu contoh masalah yang paling menonjol dari fenomena diatas adalah
diberakukannya kurikulum nasional untuk sekolah sekolah pada masa era
pemerintahan orde baru. Pemberlakuan
kurikulum nasional pada masa orde baru ini secara implisit mengindikasikan dua
tujuan terselubung dari negara, yaitu pertama, terwujudnya penyeragaman yang
memunkinkan negara mengatur dan menentukan sejumlh materi dan isi kurikulum
sekolah yang dirancang dan diisi secara top-down. Kedua, tercapainya
marginalisasi dan kooptasi otonimo guru, yang sebenarnya sebagai agen intektual
bebas menjadi sekedar agen kekuasaan sebuah rezim.
Tentu
saja tujuan tujuan yang tercantum secara ekplisit dalam rumusan program dan
petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari kurikulum nasional yang dibuat
negara tersebut pastialah berupa paparan
diktrun yang berisi uraian yang bersifat psitif. Beberapa contoh tujuan ekpisit
dan pemberlakuan kurikulum nasional bertujuan untuk meringankan para guru bidang
study antar daerag agar bisa saling berkoomunikasi akademik, untuk mempermudah
pengukuran dan penentuan keualifikasi sekolah antar daerah. Namun keberadaan
sejumlah “kepentingan tersembunyi”
dari program pemberlakuan Kurikulum Nasional di era Orde Baru tersebut
bagaimanapun juga tidak dapat di elakkan adanya. Termasuk juga pada
program-program lain yang ada embel-embelnya “nas”, seperti Unas (Ujian Akhir
Nasional), Tarnas (Penataran Nasional), Seleknas (Seleksi Nasional), Prajabnas
(Pra Jabatan Nasional), dan lain-lain.
Untuk
perguruan tinggi, beberapa kebijakan penting yang ditujukan untuk kepentingan
dominasi kekuasaan antara lain yang menonjol adalah peraturan-peraturan yang
dikeluarkan Menteri Pendidikan Nasional Kabinet Pembangunan III era
Pemerintahan Orde Baru. Pada masa itu banyak dikeluarkan peraturan antara lain:
Keputusan Menteri (Kepmen) nomor 0124/U/1979 tentang Program Pendidikan dan
Akta Mengajar dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 5 Tahun 1980 Pokok-pokok Organisasi Universitas atau
Institut, Peraturan Pemerintag (PP) nomor 27 Tahun 1981 tentang Penataan
Universitas atau Institut Negeri, serta Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) nomor 211/U/1982 tentang
Ketentuan Pokok Program Pendidikan Tinggi (sistem SKS).
Dengan
beberapa kebijakan pendidikan yang menyangkut perguruan tinggi diatas, banyak
perubahan terjadi secara drastic. Misalnya demonstrasi mahasiswa yang
sebelumnya marak menjadi tidak ada lagi, proses belajar mengajar di perguruan
tinggi secara formal menjadi rutin dan berjalan lancer, serta kampus sebagai
masyarakat ilmiah dan perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah menjadi tidak
lagi terkontaminasi oleh kepentingan partai politik. Namun demikian, bersamaan
dengan adanya akibat-akibat positif diatas, ada dampak-dampak negative yang
sangat fatal yaitu terpasungnay kegiatan dan kreatifitas mahasiswa di satu sisi serta semakin kuatnya
kekuasaan rector sebagai kepanjangan tangan pemerintah di sisi lain.
Dari
keseluruhan kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru, baik pada level sekolah
maupun perguraun tinggi, kesemuanya menyimpan satu kepentingan terselubung dari
penguasa yaitu dominasi. Sehingga
dapat disaksikan bahwa dengan menggunakan pendidikan sebagai instrument
sosialisasi ideology dan hegemoni, maka Orde Baru dapat berkuasa selama 32
tahun lamanya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana dengan kondisis
sekarang? Bukankah kurikulum Nasional dan aneka kebijakan Pendidikan yang
distorsif telah dihapuskan, lalu apakah sudah tidak ada lagi belenggu-belenggu
kekuasaan Negara dalam praktek penyelenggaraan pendidikan?
Dasar Al Qur’an tentang Politik dan
Negara (Kekuasaan Pemerintah)
tA$s%ur óOßgs9 óOßgÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 Vqä9$sÛ %Z3Î=tB 4
(#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3t ã&s! Ûù=ßJø9$# $uZøn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sã Zpyèy ÆÏiB ÉA$yJø9$# 4
tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çny#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur (
ª!$#ur ÎA÷sã ¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4
ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇËÍÐÈ
247.
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah
Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang
diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata:
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.
(Al Baqarah; 247)
Dasar Al Qur’an tentang Pendidikan
(Memberi kelapangan Duduk dalam Majlis Ilmu)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 (
#sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujadalah; 11)
Didunia Islam, keterkaitan antara pendidikan dan politik terlihat jelas.
Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan umara
dalam memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi sosial
politik kelompok dan pengikutnya. Dalam analisisnya tentang pendidikan pada
masa Islam klasik, menyimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan Islam,
institusi politik ikut mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan.
Keterlibatan para penguasa dalam kegiatan pendidikan pada waktu itu.
Tidak dipungkiri bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu
konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan
madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para penguasa dapat
dilihat dalam sejarah. Dilain pihak, ketergantungan kepada uluran tangan para
penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan
nuansa politik yang berlaku.
Diantara lembaga pendidikan Islam yang menjadi corong pesan-pesan
politik,contohnya adalah madrasah Nizhamiyah di Baghdad. Kedudukan politik
didalam Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa otoritas politik,
syariat Islam sulit bahkan mustahil untuk ditegakkan. Kekuasaan adalah sarana
untuk mempertahankan syiar Islam. Pendidikan bergerak dalam usaha menyadarkan
umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan mengerti syariat tanpa
pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka
pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah.
Kutipan
di atas menegaskan bahwa hubungan antara politik dan pendidikan didalam Islam
tampak demikian erat. Perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak
dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan
institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan
mereka.
C. ANALISIS DAN
DISKUSI
1. ANALISIS
Menurut pendapat kelompok kami bahwa Hubungan antara pendidikan dan
politik bukan sekedar saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan
fungsional. Artinya, lembaga-lembaga pendidikan dan proses pendidikan yang
berlangsung di dalamnya, dapat menjadi media sosialisasi
politik terutama membimbing warga negara muda belajar
mengambil peran dan tanggung jawab warga negara (civic
responsibility). Tetapi tak banyak pula orang-orang yang menganggap bahwa ilmu
politik adalah hanya ilmu penjajah. Karena mungkin politik dinegara Indonesia
ini sudah tercoreng fungsi dan hakikatnya, dikarenakan tidak sedikit para
politisi menggunakan politik yang tidak sehat. Maka dari itu sebenarnya
pendidikan politik dan negara itu sangat penting untuk menunjukkan bahwa
politik itu selamanya tidak harus dipandang sebagai hal yang negatif. Karena
darisini kita bisa melihat bahwa hubungan pendidikan dengan politik dan negara
sangatlah penting. Ketiganya pada hakikatnya juga tidak dapat dipisahkan.
Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-baqarah bahwa Sesungguhnya
Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui. Allah memberikan pemerinyahan kepada siapa saja
yang dikehendakinya, artinya kita semua memungkinkan untuk menjadi pemimpin
tentunya sesuai dengan hukum islam.
2. DISKUSI
D. KESIMPULAN
1.
Secara etimologi Pendidikan berasal dari
kata 1) “didik, mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan atau
ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Secara terminologis, para
ahli pendidikan mendefinisikan kata pendidikan dengan berbagai tujuan.
Abdurahman Al-Bani mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) adalah pengembangan
seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.
2.
Secara Etimologi Politik adalah Istilah
politik berasal dari kata Polis (bahasa Yunani) yang artinya kota atau Negara
Kota. Sedangkan secara Terminologi Politik ialah interaksi antara pemerintah
dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu. Secara Etimologi istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata
asing, yakni state (bahasa Inggris), staat (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat,
state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap. Secara Terminologi Negara secara obyektif diartikan sebagai suatu
wilayah yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang mmiliki sistem pemerintahan
sendiri secara otonom serta memperoleh pengakuan dari negara lain. Sedangkan
secara subyektif negara diartikan sebagai sekumpulan individu yang menduduki
posisi yang memiliki wewenang
3.
Hubungan
antara pendidikan dengan politik dan negara bukan sekedar saling mempengaruhi,
tetapi juga hubungan fungsional. Artinya, lembaga-lembaga pendidikan dan
proses pendidikan yang berlangsung di dalamnya, dapat menjadi
media sosialisasi politik terutama membimbing warga negara
muda belajar mengambil peran dan tanggung jawab warga negara
(civic responsibility).
E.
DAFTAR
RUJUKAN
Rohman,
Arif. 2009. Politik Ideologi Pendidikan.
Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
F. Isjwara. 1999. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT putra A bardin.
Tirtarahardja, Umar. Dan La Sulo. 2005.
Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Makalah Hubungan Agama
dengan Politik dan Negara. 2012. Oleh kelompok 10 Semester V Jurusan P. IPS UIN
MALANG.
Mubaraq, Zulfi. 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN Press.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1989. Balai Pustaka.
Poerwadarminta. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Bulai Pustaka.
Salim, Peter dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern English Press.
Syahrial Syarbani dkk. 2011. Pengetahuan Dasar Ilmu Politik (Jakarta:
Ghalia Indonesia,),
Webster’s Students
Dictionary . 1962. American Book
Company.
http://semangatinspirasi.blogspot.com/2012/10/definisi-pendidikan-menurut-ahli-secara.html diakses pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 09.57 WIB.
http://residivis-champus.blogspot.com/2011/06/hubungan-pendidikan-islam-dengan.html diakses pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 10.12 WIB
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/12/hubungan-politik-dan-pendidikan-makalah.htm diakses pada tanggal 23 Februari 2013 pukul 10.30 WIB
[1]
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1989, 204
[2]
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta: Bulai Pustaka, 1982), 250.
[3]
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), 353.
[5] Muhammad Ali, Definisi Pendidikan menurut ahli, secara bahasa dan terminologis, 2012, diakses dihttp://semangatinspirasi.blogspot.com/2012/10/definisi-pendidikan-menurut-ahli-secara.html pada tanggal 23 Pebruari 2013 pukul 09.57 WIB.
[6]
Umar Tirtarahardja dan La Sulo. Pengantar
Pendidikan (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2005), 305
[7] Makalah Hubungan
Agama dengan Politik dan Negara. 2012. Oleh kelompok 10 Semester V Jurusan P.
IPS UIN MALANG.
[8]
F.isjwara. Pengantar Ilmu Politik
(Bandung: PT. Putra A bardin, 1999), 90
[9]
Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama
(Malang: UIN Press, 2010), 88.
[10]
Ibid.
[11]Ibid
.
[12]Ibid.
[13]Ibid,.
89.
[14]
Ramlan Subakti. Memahami lImu Politik (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), 2; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 23-24
[15]
Ibid., 23-24.
[16]
Erik Norrdlinger dan Ramlan Surbakti . Perspektif
kelembagaan baru mengenai hubungan negara dan mayarakat. Jurnal ilmu politik
no-14 AIPI-LIPI (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993); Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009),
6-7.
[17]
Arief Budiman. Teori Negara: Negara, Kekuasaan, Dan Ideologi (Jakarta: Gramedia,
1997), 3; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi
Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), 6-7.
[18]Syahrial
Syarbani dkk. Pengethuan Dasar Ilmu
Politik (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), hal 4
[19]
Miguel Escobar dkk, Sekolah Kepitalisme
yang Licik (Yogyakarta: LKIS, 1998), 33; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 3
[20]
Edward Steven and George H. Wood, Justice,
Idiologi, And Education: An Introduction To The Social Fundation Of Education
(New York: Random House, 1987), 149; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009),
5
[21]
Andi Makkulua, Perkembangan Kebijakan
Pendidikan Dalam Lima Puluh Tahun Indonesia Merdeka, Makalah Konversi
Pendidikan Iii Diujung Pandanga 4-7 maret 1996; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 5
[22]
Baca dan cermati pasal 31 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “tiap tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran “ dan pemerintahan
berkewjiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional”;
Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi
Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), 8-9
[23]
Michael Van Langenbreng, Negara Orde
Baru: Bahasa, Idiologi Dan Hegemoni dalam Yudi Latif dan IS Ibrahim, Bahasa Dan Kekuasaan Politik Wacana Dipanggung
Orde Baru (Bandung: Mizan, 1996), 233; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta:
LaksBang Mediatama, 2009), 10
[24]
Randal Collins, The credentals society :
An history sociologi of education and stratification (New York: Academic
Press, 1979); Lihat Arif Rohman, Politik
Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), 11
[25]
Miguel Escobar dll (ed.),
Sekolah......... (opcit), 1998, 32; Lihat Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009),
11
[26]
Nezar Patria Dan Andi Arief, Antonio
Gramsci Negara dan Hegomoni (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 38; Lihat
Arif Rohman, Politik Ideologi Pendidikan
(Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), 13
1 komentar:
terimakasih atas informasinya..
Posting Komentar