Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Blogger news

Blogger templates

RSS

catatan perjalan menempuh S1

cacatan perjalanan menempuh S1

pengertian moral dan etika


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Moral secara etimologi dan terminology
Dari segi etimologis kata “moral” berasal dari bahasa latin “mores” yang berasal dari suku kata “mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik. Moralitas memiliki arti yang pada dasranya sama dengan “moral” hanya ada nada lebih abstrak, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. [1] Moralitas mengacu pada arti budi pekerti, selain itu moralitas juga mengandung arti: adat istiadat, sopan santun, dan perilaku. [2]

Sedangkan secara terminology kata moral memiliki beberapa arti, yakni:
1.       W. J. S. Poerdarminta menyatakan bahwa moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan. [3]
2.      Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila.
3.      Baron dkk. Mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar.
4.      Magnis-Susino  mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.
Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Moral yang sebenarnya disebut moralitas. moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moritaslah yang bernilai secara moral. [4]
Menurut Burhanuddin Salim Moralitas memiliki dua arti: 1) system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagaimana manusia. System nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasiha, wejangan, peraturan, perintah dsb, yang diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik. 2) tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas member manusia atauran atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. [5]
Sedangkan pendidikan moral adalah usaha untuk mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua aspek inilah, yaitu nilai dan kehidupan nyata. Maka pendidikan moral lebih banyak membahas masalah dilemma (seperti makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya. [6]
Selain itu pendidikan moral juga bias diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia, dan berperilaku terpuji seperti halnya dalam pancasila dan UUD 1945. Guru diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara mental spiritual keagamaan. [7]

B.  Paradigma Moral menurut tokoh Kohlberg dan Piaget
1.     Kohlberg menyatakan 2 hal tentang moral
a.    Tidak memusatkan perhatian pada perilaku moral, artinya apa yang dilakukan oleh seorang individu tidak menjadi pusat pengamatannya, namun yang menjadi pusat kajiannya adalah penalaran moral, memurutnya mengamati perilaku tidak menunjukkan banyak mengenai  kematangan moral. Seorang dewasa dengan seorang anak kecil barangkali perilakunya sama, tetapi seandainya kematangan moral mereka berbeda, tidak akan tercermin dalam perilkau mereka.
Kohlberg dalam menjalaskan pengertian moral menggunakan istilah-istilah seperti moral-reassoning, moral-thinking, dan moral judgement, sebagai istilah-istilah yang mempunyai pengertian sama dan digunakan secara bergantian. Istilah tersebut dialih bahasakan menjadi penalaran moral. Penalaran moral merekalah yang mencerminkan perbedaan kematangan moral tersebut.
b.   Tidak memusatkan pada pernyataan (statement) orang tentang apakah tindakan tertentu itu benar atau salah. Tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Penalaran moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, daripada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Alasannya, seorang dewasa dengan seorang anak kecil mungkin akan mengatakan sesuatu yang sama, maka disini tidak tampak adanya perbedaan antara keduanya. Apa yang berbeda dalam kematangan moral adalah pada penalaran yang diberikannya terhadap sesuatu hal yang benar atau salah.
Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Jika penalaran moral dilihat sebagai isi, maka sesuatu dikatakan baik atau buruk akan sngat tergantung pada lingkungan social budaya tertentu, sehingga sifatnya akan sangat relative. Tetapi jika penalaran moral dilihat sebagai struktur, maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan penalaran moral seorang anak dengan seoramg dewasa, dan hal ini dapat diidentifikasi tingkat perekembangan moralnya. Penalaran-penalaran moral inilah yang menjadi indicator dari tingkatan atau tahap kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindkan salah, akan lebih member penjelasan daripada memperhatikan tindakan (perilaku) seseorang tau bahkan mendengar pernyataannya bahwa sesuatu itu salah.
Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula dalam arti moral. Suatu keputusan bahwa sesuatu itu baik barangkali dianggap tepat, tetapi kputusan itu baru disebut matang bila dibentuk oleh suatu proses penalaran yang matang. Oleh sebab itu tujuan dari pendidkan moral adalah kematangan moral, dan jika kematangan  moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka seharusnya para guru dan pendidik moral mengetahui proses perkembangan dan cara-cara membantu perkembangan moral tersebut.
Kohlberg mengembangan alat sistematis untuk mengungkap penalaran-penalaran itu dengan mengembangakn sekumpulan cerita, yang memasukkan orang atau orang-orang kedalam suatu dilema moral. Kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan mengenai dilemma-dilema tersebut, yang dimaksudkan untuk menjajaki penalaran-penalaran subjek yang bersangkutan, apakah alasannya maka ia akan melakukan tindakan tertentu dalam situasi seperti itu.
2.   Piaget telah mengadakan studi dalam proses perkembangan moral. Dalam penelitiannya ini Piaget bersama dengan Kohlberg memusatkan penyelidikan pada pola-pola struktur penalaran manusia dalam mengadakan keputusan moral daripada penyelidikan tingkah laku. Kedua tokoh tersebut telah menyusun peta lengkap mengenai bagaimana individu-individu berkembang secara moral. Mereka telah mengembangkan teori-teori perkembangn moral yang dengan jelas memperlihatkan tahap-tahap mana yang dilalui oleh seorang individu dalam mencapai kematangan moral. Teori mereka mengidentifikasikan tahap-tahap perkembangan moral dan perincian prosedur untuk menentukan siapa-siapa yang ada pada tahap-tahap itu. Dengan demikian teori-teori mereka memberikan suatu alat pendidikan yang tidak ternilai harganya, karena sudah menjadi aksioma dalam pendidikan bahwa pendidikan akan mencapai hasil yang paling efektif kalau orang menyapa pada siswanya pada tahap yang sejajar dengan kemampuan belajar mereka. Program-program pendidikan moral yang disusun tanpa mengetahui tahap perkembnagan anak (karakteristik siswa) tidak akan berhasil.

c.  Persamaan dan Perbedaan antara moral dan etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah ‘etika’ pun berasal dari bahasa yunani kuno ‘ethos’ dalam bentuk tunggal yang bearti tempat tinggal yang biasa (padang rumput, kandang), kebiasaan/adat, akhlak/watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ ta etha” yang bearti adat kebiasaan . dan arti terakhir inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah ‘etika’ yang oleh filsuf yunani besar aristoteles sudah dipakai untuk menunjukkan filasafat moral. jadi jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka ‘etika’ bearti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Kata yang cukup dekat dengan ‘etika’ adalah ‘moral’ etimologi ‘moral’ telah dijelaskan sebelumnya dan bisa disimpulkan bahwa etimologi kata ‘etika’ sama dengan etimologi kata ‘moral’ karena keduanya berasal dari kata yang bearti ‘adat kebiasaan’. Hanya bahasa asalanya berbeda, ‘moral’ berasal dari bahasa latin, sedangkan ‘etika’ berasal dari bahasa yunani. Demikianlah persamaan dari keduanya.
Mengenai perbedaannya maka bisa dilihat dari pengertian dari kamus besar bahasa Indonesia yang baru (Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1988), didalamnya etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti:
1)      Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2)    Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3)     Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Kemudian Bertens dalam bukunya yang berjudul “etika” menyinpulkan dari uraian tersebut bahwa etika adalah:
1)      Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2)    Kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)
3)     Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Tentang kata moral bisa dilihat bahwha etimologinya sama dengan kata etika sekalipun bahasaa salnya berbeda, bisa disimpulkan bahwa arti moral sekurang-kurangnya sama dengan etika jika dikaitkan pada arti etika yang pertama yakni Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. [8]
Menurut magnis suseno etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran , yang memberti kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkrit yang siap pakai tentang bagaiamana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu. Keduanya memiliki fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya moralitas langsung mengatakan kepada kita: “ inilah caranya anda harus melangkah”. Sedangkan etika justru mempersoalkan: “apakah saya harus melangkah dengan cara itu?” dan  “mengapa harus demhan cara itu?”.
Moralitas adalah sebuah “pranata” seperti halnya agama, politik, bahasa dan sebagainya yang sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Sebailknya etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu. Maka tidak mengherankan bahwa moralitas bisa saja sama, tetapi sikap etis bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya dalam masyarakat yang sama atau antara msyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.
Apakah yang dilarang oleh masyarakat kita memang benar-benar hal nyang buruk? Dan apkah hal yang dinilai tinggi oleh masyarakat kita memang benar-benar bauk? Mengapa saya harus bertindak begini dan tidak boleh begitu? Mengapa saya hrus selalu jujur dalam segala situasi? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang menuntut sikap kritis dan rasional dalam mewujudkan norma-norma moral. dan itulah etika.
Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja. Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan Karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru) melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Ia sendiri sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepanatasnya bertindak seperti itu. Atau, jika ia akhirnya bertindak tidak sebagaimana yang diperintahkan oleh moralitas, orang itu bertindak tidak sesuai dengan moralitas bukan karena ikut-ikutan  melainkan karena ia punya alas an rasional untuk itu. Ia bertindak berdasarkan pertimbangan bahwa hal itu, walaupun bertentangan dengan moralitas adalah baik baginya dan bagi masyarakat karena alas an-alasan yang rasional. [9]
Menurut Yadi Purwanto, etika perlu dibedakan dari moral. ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengjarakna bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban manusia.
Lebih khusus, seorang yang utama moralnya digambarkan sebagai seorang yang meniliki watak yang memungkinkan manusia untuk memilih jalan tengah anatara dua ekstrem yang berlawanan. Bentuk tampilannya adalah kebijaksanaan. Sedangkan etika adalah ilmu tentang norma, nila, dan ajaran moral. etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. pemikiran filsafat memiliki lima cirri khas  yaitu bersifat rasional, kritis, mendasar, sistematik, dan normative (tidak sekedar melaporkan pandangan moral tetapi menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya). [10]
Menurut Sumaryono (1995) etika berhubungan dengan ajaran moral. moral merupakan term yang mempunyai pengertian sangat luas sebab term meliputi bentuk-bentuk aktivitas voluntaris manusia dimana termuat pertimbangan benar salah atau salah tidaknya aktivitas tersebut. Namun etika profesi tidak berbeda dengan ajaran moral umumnya. Etika profesi diterapkan pada kelompok-kelompok fungsional tertentu dan merupakan pernyataan usaha untuk menegaskan situasinya sehingga peran atau fungsi kelompok-kelompok tersebut menjadi jelas. [11]
Sedangkan Nurul Zuriyah menyatakan bahwa etika sebenarnya sangat dekat dengan dengan moral  berdasarkan arti etimologis keduanya. Sementara itu, Bertens mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk didalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi pengaturan tingkah lakunya. [12]
Ada beberapa persamaan antara moral dan etika yang dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.       Moral dan etika sama-sama mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangkai yang baik.
2.      Moral dan etika sama-sama merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas moral dan etika seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
3.      Moral dan etika seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara terus menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan dan konsistensi yang tinggi. [13]
4.      Moral dan etika sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kedua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya. Objek dari moral dan etika yaitu perbuatan manusia, ukurannya yaitu baik dan buruk .
Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi perbedaan yang dimaksud:[14]
NO
PERBEDAAN
MORAL
ETIKA
1
Adat Istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Terkait dengan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai ideal yang universal seperti kemanusiaan, kejujuran, keadilan, kesederajatan, dsb.
Ilmu yang membahas tentang moralitas. Adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan (etika deskriptif), hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban (etika normative), ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang moralitas (etika metaetika). Bukan membicarakan tentang apa yang ada, namun tentang apa yang seharusnya ada. [15]
2
Penilaian ini dipandang dari baik buruk suatu perbuatan
Mengacu pada aturan normative tentang baik dan buruk [16]
3
4
Moral lebih bersifat praktis, yang ukurannya adalah bentuk perbuatan.
Etika lebih bersifat teoritis dan temporer (sangat tergantung kepada aliran filosofis yang menjadi pilihan orang-orang yang menganutnya) dan memandang tingkah laku manusia secara umum. bersumber dari akal sehat dan hati nurani. Serta preskriptif (menentukan).
5
Mor al berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.
Etika berdasarkan akal pikiran



[1] Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 7
[2] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 17
[3] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral ( Bandung: Alfabeta, 2009), 51
[4] Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa Dan Budayanya ( Jakarta: Rineka cipta, 2004 ),24
[5] Burhanuddi  Salam, Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia ( Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 3
[6] Ibid,. 19
[7] Hamid Darmadi, Dasar Konsep Pendidikan Moral ( Bandung: Alfabeta, 2009), 57
[8] Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 4-7
[9] Burhanuddi  Salam, Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia ( Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 1-3
[10] Yadi Purwanto, Etika Profesi (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), 44
[11] Ibid,. 46
[12] Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 17

[13] Amdhani, Persamaan & Perbedaan Antara Akhlak, Etika dan Moral, 2011, diakses di http://edankedeadrose.blogspot.com/2011/11/persamaan-perbedaan-antara-akhlak-etika.htmlpada tanggal 28 Pebruari 2013 pukul 13.18 WIB 

[14] Huda, Perbedaan dan Persamaan Akhlak, Moral, dan etika, 2012, diakses di Dihttp://mnhmotivator.blogspot.com/2011/05/perbedaan-dan-persamaan-akhlak-moral.html pada tanggal 28 Pebruari 2013 pukul 13.17 WIB
[15] Henry Hazl itt, Dasar-Dasar Moralitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 16
[16] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2003), 207

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar