Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Blogger news

Blogger templates

RSS

catatan perjalan menempuh S1

cacatan perjalanan menempuh S1

hubungan stratifikasi dengan pendidikan



A.  POKOK PEMBAHASAN
1.    Pengertian Pendidikan
a.    Pengertian Pendidikan Secara Etimologi
              Dalam ensiklopedi umum dijelaskan Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata kelakuan seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembiasaan, pembelajaran, pelatihan dan peneladanan, serta proses penanaman ilmu pengetahuan, akhlak, dan nilai sosial budaya, ini dimaksudkan agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kreatif, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
              Sedangkan dalam kamus ilmiah dijelaskan bahwa pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian, mengembangkan pengetahuan, dan kemampuan jasmaniah dan rohaniah agar mampu melaksanakan tugas.[2]
              Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan.[3]
              Jadi pengertian pendidikan secara etimologi adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang meliputi jasmani maupun rohani agar menjadi manusia yang kreatif, cakap, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
b.   Pengertian Pendidikan Secara Terminologi
              Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha sadar yang terencana yang dilakukan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan juga keterampilan yang diperlukan untuk dirinya sendiri beserta masyarakat.[4]          
              Untuk mengetahui Definisi dan Pengertian Pendidikan secara ilmiah, maka baiknya kita menyimak beberapa pendapat para ahli tentang pengertian dari Pendidikan ini:[5]
1)   Menurut John Dewey;
              Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal inimungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda,mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.

2
)  Menurut H. Horne;
              Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
3) Menurut Frederick J. Mc Donald;
              Pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.

4) Menurut M.J. Langeveld;
              Pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
              Jadi pengertian pendidikan secara terminologi adalah suatu proses secara terus menerus yang meliputi berbagai kegiatan pembelajaran dengan tujuan merubah tabiat manusia.
2. Hakikat Stratifikasi Sosial
a. Pengertian Stratifikasi Sosial
1) Pengertian Stratifikasi Sosial Secara Etimologi
            Dalam kamus istilah ilmiah dijelaskan bahwa stratifikasi sosial adalah penyusunan dalam beberapa lapisan, hal menyusun secara berlapis, proses atau struktur masyarakat yang dibedakan kedalam lapisan-lapisan secara bertingkat.[6]
            Sedangkan dalam kamus sosiologi dijelaskan stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial atau sistem hierarki kelompok didalam masyarakat.[7]
            Jadi pengertian stratifikasi sosial secara etimologi adalah pelapisan dalam mayarakat secara hierarki yang dipengaruhi oleh beberapa unsur.
2) Pengertian Stratifikasi Sosial Secara Terminologi
Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Para anggota strata sosial tertentu sering kali memilki jumlah penghasilan yang relatif sama. Namun lebih penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai, dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan hubungan sosialnya, Orang-orang yang berasal dari lapisan sosial rendah misalnya, biasanya lebih sedikit berpartisipasi dalam jenis organisasi apa pun. Ada kecenderungan yang kuat, kelompok yang berasal dari lapisan rendah atau masyarakat miskin biasansya lebih menarik diri dari tata karma umum, mereka mengambangkan subkultur tersebut yang seringkali berlawanan dengan subkultur  kelas sosial di atasnya.[8]
Sebab asasi mengapa ada pelapisan sosial dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Artinya, menganggap ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumbuhkan adanya system berlapis-lapis dalam maysarakat. Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam agama, atau keturunan keluarga yang terhormat. Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, akan melahirkan lapisan sosial yang mempunyai kedudukan aatas dan rendah.[9]
Didalam masyarakat terdapat suatu ruang yang disebut lapisan sosial. Dalam ruang itu tinggal orang-orang yang mempunyai kedudukan setingkat. Jadi lapisan sosial (social stratum) adalah keseluruhan orang yang berkedudukan sosial setingkat. Jikalau anggota-anggota lapisan sosial itu merasa bersatu dan menyadari kedudukannya yang setingkat maka timbullah sebuah kelas sosial (social class).[10]
Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa system pelapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka yang memiliki barang atau sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak akan menduduki lapisan atas dan sebaliknya mereka yang memiliki dalam jumlah yang relatif sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan dipandang mempunyai kedudukan yang rendah.[11]
Jadi pengetrian stratifikasi sosial secara terminologi adalah suatu lapisan yang terjadi dalam masyarakat karena adanya sudut pandang yang dianggap bernilai lebih, hal ini terjadi secara otomatis.
b.      Fungsi Stratifikasi Sosial.
Adanya pelapisan sosial dalam masyarakat memiliki beberapa fungsi yaitu :[12]
1)      Alat bagi masyarakat untuk menjalankan tugas-tugas pokok
2)      Pelapisan sosial dapat menyusun dan mengatur serta mengawasi hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat
3)      Pelapisan sosial mempunyai fungsi pemersatu dengan mengkoordinasikan unit-unit yang ada dalam stratifikasi sosial.
4)      Pelapisan sosial memudahkan manusia untuk saling berhubungan diantara mereka.
5)      Memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan serta perannya.
6)      Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan atau pangkat atau kedudukan seseorang.
7)      Sistem tingkatan pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan atau gelar atau kebangsawanan dan sebagainya.

c.       Macam-macam stratifikasi Sosial
1)      Stratifikasi Sosial pada masyarakat pertanian
Masyarakat pertanian secara sosiologis dapat dikelompokkan kedalam tipe masyarakat gemeninschaft. Gemeninschaft adalah suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para warganya diwarnai dengan hubungan-hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah, dan kekal serta jauh dari pamrih-pamrih ekonomi. Pada masyarakat pertanian, sebagian besar warganya bermatapencaharian sebagai seorang petani, baik bercocok tanam disawah, ladang maupun tegalan. Masyarakat pertanian juga bisa disebut sebagai masyarakat pedesaan, karena umumnya secara geografis para petani itu tinggal dipedesaan. Ciri-ciri masyarakat pertanian antara lain tidak terdapat pembagian kerja yang kompleks dan interaksi sosial antar warga berlangsung secara langsung. Akibat dari homogenitas dalam pembagian kerja. Maka hal itu dapat berpengaruh pada aspek pelapisan sosialnya[13].
Meskipun demikian sudah menjadi hal yang lumrah disetiap kelompok masyarakat selalu terdapat pelapisan sosial, maka dalam masyarakat pertanian pun akan dijumpai pelapisan sosial. Pada masyarakat pertanian yang menjadi sumber pelapisan sosial adalah kepemilikan tanah. Tanah adalah hal yang berharga bagi masyarakat pertanian dan mendukung kehidupannya, sehingga tanah merupakan kekayaan yang sangat dihargai keberadaannya dan kepemilikannya. Dengan demikian warga yang memiliki tanah yang banyak dan luas menduduki lapisan atas dalam stratanya, sementara masyarakat yang sedikit atau tidak sama sekali mempunyai tanah menduduki lapisan yang paling bawah.

2)      Stratifikasi Sosial pada masyarakat feodal
Feodalisme adalah sistem sosial politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan dan mengagung-agungkan jabatan, pangkat, bahkan prestasi kerja. Kaum bangsawan pada sistem feodal memang mempunyai kekuasaan yang besar dan menguasai sumber-sumber kehidupan yang utama (tanah), serta mereka mempunyai pengikut yang banyak[14]. Kaum bangsawan pun terbagi-bagi menjadi beberapa golongan yaitu :
-          Lapisan bangsawan yang tertinggi yaitu bangsawan yang merupakan kaum kerabat raja.
-          Lapisan bangsawan tingkat menengah, yaitu kaum kerabat raja yang hubungannya lebih jauh dari yang pertama.
-          Lapisan bangsawan yang terendah yaitu kaum kerabat raja yang lebih jauh dari pada kaum bangsawan tingkat menengah.

3)      Stratifikasi sosial pada masyarakat industri
Pada masyarakat industri sistem pelapisan sosialnya bersifat terbuka, artinya setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk mobilitas vertikal maupun sebaliknya malah jatuh kebawah. Mobilitas pada masyarakat industri ditentukan oleh kemampuan dan keberuntungan setiap individu. Pada masyarakat industri perana kaum bermodal (kapotalis) sangat besar. Bahkan kehidupan negara dewasa ini banyak dikuasai oleh kaum bermodal yang pada akhirnya melahirkan paham kapitalisme[15].

d.      Faktor-faktor munculnya Stratifikasi Sosial
            Munculnya lapisan sosial dalam masyarakat merupakan gejala umum dalam kehidupan masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial antara lain sebagai berikut[16]:
1)      Munculnya lapisan sosial dalam masyarakat didasarkan pada adanya pertentangan dan pembedaan. Yang kaya dibedakan dengan yang miskin, yang pintar dibedakan dengan yang bodoh, pejabat dibedakan dengan rakyat jelata, selain membedakan, masyarakat cenderung mempertentangkannya.
2)      Tidak adanya keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan kewajiban, hak-hak istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki oleh hanya segelintir orang atau kelompok tertentu. Adanya polarisasi hak-hak istimewa tersebut memunculkan penghargaan kelompok masyarakat yang lebih pada individu atau kelompok yang memiliki berbagai hak istimewa tersebut. Dengan demikian, kelompok tersebut berada pada lapisan yang lebih tinggi daripada masyarakat lain, dan memiliki prestise yang lebih sehingga mereka cenderung untuk bergaul dengan sesamanya.
3)      Kelompok-kelompok yang memiliki hak istimewa tersebut biasanya menggunakan lambang-lambang yang menjadi simbol kedudukan, lambang tersebut baik berupa pakaian, tingkah laku, rumah, keanggotaan pada suatu organisasi.
Pelapisan sosial dalam masyarakat dapat terjadi karena dua proses, yaitu:
a)      Pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya.
Hal itu dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal yaitu faktor kepandaian, tingkat usia atau senioritas, sifat keaslian anggota kerabat, kekayaan, keturunan, dan karena adanya pertentangan dalam masyarakat, pelapisan sosial ini terjadi karena adanya perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut.
b)      Pelapisan yang sengaja dibentuk untuk tujuan tertentu.
Pelapisan sosial seperti ini terjadi pada organisasi-organisasi formal seperti partai politik, pemerintahan, perusahaan, angkatan bersenjata. 

e.       Tipe-tipe Stratifikasi Sosial
1)      Strtifikasi sosial tertutup
Pada stratifikasi sistem tertutup, individu setiap lapisan tidak dapat atau tidak memungkinkan untuk pindah dari satu lapisan kelapisan lain, baik gerak keatas maupun gerak kebawah. Satu-satunya jalan untuk memasuki suatu lapisan pada sistem ini hanyalah melalui kelahiran. Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada masyarakat Hindu.
2)      Stratifikasi sosial terbuka
Pada sistem stratifikasi sosial terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kemampuan sendiri untuk melakukan mobilitas sosial baik gerak keatas yaitu pindah kelapisan yang lebih tinggi atau bisa saja individu atau kelompok tersebut malah pindah kelapisan yang lebih rendah. Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal.

3)      Stratifikasi sosial campuran
Stratifikasi sosial campuran adalah gabungan dari stratifikasi sistem terbuka dan tertutup, dimana masyarakat tersebut tidak dapat untuk pindah kelapisan lebih atas, namun disisi lain dapat melakukan mobilitas vertical dengan status yang sama. contohnya :  seorang Bali berkasta brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, Namun apabila ia pindah ke daerah lain menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat didaerah tersebut[17].

f.       Dasar Lapisan Sosial Dalam Masyarakat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang menjadi dasar pelapisan adalah adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Bentuk-bentuk yang menjadi dasar stratifikasi. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut[18]:
1)      Ukuran kekayaan
            Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati dari pada orang yang miskin. Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial yang ada. Ukuran kekayaan merupakan ukuran yang banyak dugunakan oleh masyarakat dalam menentukan posisi seseorang dalam strata tertentu.
            Dalam pelapisan masyarakat dengan ukuran kekayaan atau faktor ekonomi sering digunakan istilah kelas sosial. Kelas sosial dapat diartikan sebagai suatu kelompok manusia yang didalamlam pelapisannya terdapat perbedaan atas subkelompok yang didasarkan pada kesamaan derajat. Faktor yang menetukan dalam pelapisan sosial kedalam berbagai kelas antara lain pendapatan, tingkat pendidikan, keadaan rumah dan jabatan.


2)      Ukuran kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memilki kekuasan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak memliki kekuasaan berada di lapisan bawah. Semakin besat wewenang yang dimliki seseorang maka dia memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. Dalam sistem ketatanegaraan, stratifikasi sosial yang berdasarkan pembagian kekuasaan anggota diperlukan. Dalam organisasi tentara dan polisi yang menggunakan sistem komando, maka pembagian kekuasaanya sangat terlihat jelas.
Bentuk-bentuk kekuasaan selalu berubah sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut. Setiap masyarakat berubah, maka bentuk dan struktur kekuasaan akan menyusuaikan diri dengan perubahan masyarakat tersebut. Adanya stratifikasi dalam kekuasaan karena kita dapat melihat adanya jarak pemisah antara pemisah antara yang berkuasa dengan yang dikuasi. Menurut Max Iver (1950) terdapat tiga pola umum dari sistem lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu[19]:
a.       Tipe kasta yaitu sistem pelapisan kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Pada puncak duduk raja dengan keluarganya dan kamum bangsawan, lapisa kedua dipegang oleh kaum brahmana, pendeta dan tentara, dan lapisan keitga dibuat oleh petani dan buruh. Lapisan terakhir diikuti oleh budak.
b.      Tipe kekuasaan oligarkis adalah sistem pelapisan sosial yang tegas, namun masih memberikan kesempatan bagi para anggotannya untuk naik kelapisan diatasnya. Perbedaan dengan tipe kasta adalah dasar pelapisannya ditentukan oleh kebudayaan masyarakatnya dan pada sistem oligarkis setiap warga dengan usahanya bisa naik kelapisan tertentu. Pada lapisan tertentu, status pada lapisan tersebut ditentukan oleh kelahiran, karena status kebangsawanan, keturunan dan keluarga raja ditentukan oleh kelahiran. Pada sistem ini kelompok menengah mempunyai anggota yang lebih banyak dibandingkan anggota yang lain, dan lapisan inilah masyarakat bisa mengadakan mobilitas vertikal. Tipe seperti ini banyak ditemui di negara-negara dengan sistem feodal dan fasis.
c.       Tipe demokratis, tipe ini mempunyai ciri-ciri:
·         Garis-garis pemisah antara lapisan tetap ada, meskipun garis itu selalu dinamis berubah sesuai dengan kondisi masyarakat.
·         Kriteria kelahiran tidak menentukan dalam pelapisan sosial, namun yang menentukan sistem pelapisan pada sistem oligarkis adalam kemampuan dan keberuntungan
Dalam stratifikasi sosial, pemimpin menduduki tingkat paling tinggi dalam masyarakat. Pemimpin ini merupakan orang yang disegani dan dipatuhi oleh anggota  Masyarakat Marx Weber membedakan pemimpin dalam tiga kategori yaitu:
1)      Pimpinan tradisional, yaitu tuntunan keabsahan didasarkan atas” suatu kepercayaan yang telah ada pada kesucian tradisi yang amat kuno”
2)      Pimpinan rasional, yaitu yang didasarkan kepercayaan terhadap legalitas peraturan-peraturan dan hak bagi mereka yang memegang kedudukan, yang berkuasa berdasarkan peraturan-peraturan untuk mengeluarkan pemerintah.
3)      Pimpinan kharismatik, yaitu kepemimpinan yang didapatkan dari pengabdian diri terhadap kesucian, kepahlawanan tertentu atau sifat yang patut dicontoh dari seseorang dan dari corak tata tertib yang diperlihatkan olehnya.
Pemimpin kharismatik mampu memberikan semangat dan mempertahankan kesetian dan pengabdian terhadapnya secara pribadi diluar pekerjaan atau kedudukannya. Pemimpin ini dianggap memiliki kekuatan yyang bersifat ghaib dan luar biasa misalnya dalam kemiliteran, kepahlawanan, kefanatikan agama, bisa menyembuhkan penyakit dan lain-lain yang diberikan masyarakat kepadanya. Kekuatan yang dimilikinya dapat menarik kesetian dari semua atau sebagian besar kelompok masyarakat.
3)      Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan memang kadang bersanding dengan ukuran-ukuran yang lain seperti kekayaan, kekuasaan dan ilmu. Namun, adakalanya ukuran kehormatan itu berdiri sendiri. Orang-orang  dihormati karena kekayaannya, kekuasaannya dan ilmunya, namun tidak semua orang kaya dihormati, tidak semua orang berkuasa dihormati, maupun tidak semua orang berilmu dan dihormati. Pada masyarakat tradisional, warga yang usianya lebih tua biasanya menduduki strata yang lebih tinggi dibanding anggota masyarakat lainnya. Selain dari orang yang usianya lanjut, pada masyarakatnya tradisional, orang yang banyak jasanya, biasanya menduduki posisi yang atas.

4)      Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan manjadi dasar pelapisan sosial masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Namun, dewasa ini gelar kesarjanaan menjadi ukuran orang itu memiliki ilmu pengetahuan yang besar dibandingkan kemampuan, palsu gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya. Karena cara pandangan  yang seperti itu maka dewasa ini muncul masalah ijasah-ijasah, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijasah palsu dan seterusnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian.

g.      Unsur-unsur lapisan Masyarakat
Ukuran ilmu pengetahuan manjadi dasar pelapisan sosial masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Namun, dewasa ini gelar kesarjanaan menjadi ukuran orang itu memiliki ilmu pengetahuan yang besar dibandingkan kemampuan, palsu gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya. Karena cara pandangan  yang seperti itu maka dewasa ini muncul masalah ijasah-ijasah, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijasah palsu dan seterusnya. Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, keterampilan khusus, kesaktian[20].

1)      Kedudukan (Status)
Kedudukan, menurut Soejono Soekanto (2003) mempunyai 2 arti. Yaitu secara Abstrak, kedudukan berati tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Seseorang dalam kehidupannya pasti memiliki lebih dari satu kedudukan tergantung pola-pola kehidupan. Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya merupaka kumpulan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada individu tertentu. Status adalah posisi yang diduduki seseorang dalam suatu kelompok. Status merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban serta hak-hak yang sudah ditentukan dalam suatu masyarakat.
Menurut sifatnya, status dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Status objektif yaitu status yang dimiliki seseorang secara hierarkris dalam struktur formal sebua organisasi
b.      Status subjektif yanitu status yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari penilaian orang lain terhadap dirinya. Tinggi rendahnya status seseorang ditentukan oleh faktor-faktor kelahiran, kulaitas pribadi, prestasi, kepemilikan, otoritas.
Soerjono Soekanto (2003) berpendapat bahwa mesyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam kedudukan, yaitu:
1)      Ascribed status : kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena secara otomtis melalui kelahiran tanpa harus berusahan semaksimal mugkin dalam mendapatkannya, status semacam itu dapat ditemui dalam sistem kasta, masyarakat feodal, kebangsawanan, jenis kelamin, ras, golongan umum.
2)      Achived status : kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya status sebagai hakim, guru, presiden, dokter, pengacara dan lain-lain.
3)      Assigned Status, yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned Status tersebut sering mempunyai hubungan yang erat dengan achived status dalam arti bahwa suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Terdapat perbedaan antara stratifikasi sosial dengan status sosial. Status atau kedudukan yaitu posisi seseorang didalam masyarakat yang didasarkan pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Dalam teori Sosiologi, unsur-unsur dalam sistem pelapisan masyarakat adalah status (kedudukan) dan role (peranan). Kedua unsur ini merupakan unsur baku dalam sistem pelapisan masyarakat. Status sosial atau kedudukan sosial merupakan unsur yang membentuk terciptanya startifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah pelapisan sosial yang disusun dari status-status sosial.
Konflik status (status conflik) adalah pertentangan-pertentangan yang timbul didalam diri seseorang sehubungan dengan kedudukan yang dimilikinnya. Konflik status terdiri dari 3 macam , yaitu:
a.       Konflik yang bersifat individual, yaitu konflik yang dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Misalnya seorang polisi harus menangkap anak buahnya yang kedapatan menjual narkoba, seorang hakim harus menghukum istrinya yang menjadi tersangka kasus pembunuhan.
b.      Konflik yang bersifat individu, yaitu konflik yang terjadi antara dua orang yang memiliki kepentingan yang berbeda pada suatu hal yang sama. Contoh kepala sekolah ingin membongkar masjid untuk diperluas, sementara ketua DKM-nya menginginkan masjid direnovasi saja, dan uangnya digunakan untuk memperbaiki kelas yang rusak berat.
c.       Konflik yang bersifat antara kelompok yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh suatu kelompok yang merugikan kelompok lain. Misalnya kelompok A melarang masyarakat untuk meyambung ayam di kampungnya, sementara kelompok B merasa dirugikan karena peraturan kelompok A itu mengganggu kesenangannya.
Status seseorang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari dari simbol-simbol yang dikenakan oleh mereka. Simbol-simbol itu disebut simbol status. Simbol-simbol itu dapat dilihat dari cara berpakaian, cara bergaul, cara rekreasi, keadaan rumah, tempat dan tujuan rekreasi. Pada masyarakat atau kelompok yang mengunakan ilmu pengetahuan sebagai dasar stratifikasinya, gelar keserjanaan merupakan simbol status.
2)      Peranan
Peranan ( rule) merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Perananan berhubungan dengan perilaku atau tindakan yang harus ditampilkan oleh seseorang yang mendudukui posisi sosial tertentu atau bisa dikatakan pula bahwa peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari seseorang sesuai dengan status yang dimilikinya. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, yaitu:
a.       Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkain-rangkaian peraturang yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Posisi Rendi dikantor relative tindapatggi karena dia seorang Direktur, tetapi di rumah statusnya sebagai anak yang lebih rendah dari status ibu dan bapaknya.
b.      Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Perilaku Andri terhadap gurunya akan berbeda dengan perilaku Andri terhadap temannya.
c.       Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial. Contohnya Supri yang berprofesi sebagai seorang guru, maka dia harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang guru, ketika dia tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, secara langsung atau tidak langsung akan mengganggu proses sosial dalam masyarakat. Misalnya dia guru Agama, maka karena dia malas mengajar, siswa-siswanya jadi tidak paham tentang ilmu agama, akibatnya siswa-siswanya itu akan berbuat dan bertingkah laku yang menyimnpang dari aturan-aturan agama.
Aneka macam peranan yang melekat pada individu dalam masyarakat penting karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b.      Peranan-peranan seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
c.       Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu yang tak mampu melaksanankan peranannya sebagaimana diharapkan masyarakat, karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan kepentingan-kepentingan pribadinya terlalu banyak.
d.      Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluan tersebut.
Seorang individu pasti atau dimungkinkan memiliki lebih dari satu peranan. Peranan-peranan itu tidak selamanya berlangsung selaras, pada saat tertentu ada beberapa peranan yang harus dilakukan oleh individu tertentu yang satu sama lain saling bertentangan yang pada akhirnya memunculkan konflik peranan atau conflik of roles. Konflik peranan bisa muncul ketika seseorang merasa tidak mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kedudukannya. Hal tersebut menyebabkan perasaannya tertekan dan banyak orang yang menghindar dari tangung jawabnya karena merasa tidak mampu.
h.      Pengaruh Stratifikasi Sosial.
Selain menimbulkan tumbuhnya pelapisan salam masyarakat, juga memunculkan kelas-kelas sosial atau golongan sosial yang telah kita pelajari pada bagian terdahulu. Adanya pelapisan sosial dapat pula mengakibatkan atau mempengruhi tindakan-tindakan warga masyarakat dalam interaksi sosialnya. Pola tindakan individu-individu masyarakat sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan status dan peran sosial akan muncul dengan sendirinya. Pelapisan masyarakat mempengaruhi munculnya life chesser dan life style tertentu dalam masyarakat, yaitu kemudahan hidup dan gaya hidup tersendiri. Misalnya, orang kaya (lapisan atas) akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya, jika dibandingkan orang miskin (lapisan bawah) dan orang kaya aka punya gaya hidup tertentu yang berbeda dengan orang miskin[21].





 

                                    lapisan 1
                                               
lapisan 2

                                                            lapisan 3
                                                                       

lapisan 4

perbedaan status dan peranan sosial dapat mengakibatkan munculnya pola tindakan masyarakat baik positif maupun negatif. Bersifat positif, jika tindakan itu terintegrasi dalam kehidupan kolektif dengan norma-norma sosial, sehingga mendorong terwujudnya keteraturan sosial. Contoh: apabila status dan peran guru dan murid dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab , maka akan terciptalah suasana belajar, proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan teratur sesuai dengan norma-norma pendidikan. Bersifat negatif jika tindakan warga masyarakat itu tidak integratif, timbul prasangka, kecemburuan sosial dan munculnya perilaku meyimpang yang menghambat pembaharuan dan menganggu ketertiban masyarakat. Contoh: pengendara motor yang ngebut tidak mematuhi rambu-rambu lalulintas, maka akan menimbulkan perilaku menyimbang dan pada akhirnya menganggu ketertiban di jalan raya.

3. Hubungan Pendidikan Dengan Stratifikasi Sosial
a. Hubungan Pendidikan Dengan Stratifikasi Sosial
              Sosiologi pendidikan pada pokoknya merupakan study ilmiah dari interaksi sosial yang menyinggung lembaga pendidikan atau lembaga persekolahan. Pendidikan merupakan satu aset yang dihargai dalam masyarakat modern dan dinilai tinggi[22]. Dalam islam pendidikan juga sangat dihargai seperti yang disebutkan dalam firman Alloh SWT yang berbunyi :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.               (QS. Al-Mujadilah: 11)[34]

              Para keluarga dan golongan-golongan sosial lainnya yang disusun secara hierarkis memiliki akses yang berbeda-beda dalam memasuki proses pendidikan. Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pendidikan memiliki alokasi dan distribusi sumber sosial melalui distribusi lapangan kerja. Orang mengisi suatu lapangan pekerjaan atas dasar kemampuan atau keahlian yang dimilikinya. Kemampuan atau keahlian itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan atau pengalaman dalam lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat. Sementara itu, lapangan kerja yang berbeda memberikan penghasilan serta status yang berbeda pula, yang dapat diukur dengan nilai materi atau nilai sosio kultural. Ada pekerjaan yang menghasilkan banyak uang tetapi kalah dalam penghargaan sosiokultural oleh pekerjaan yang sedikit menghasilkan uang. Jabatan guru atau dosen misalnya, dalam masyarakat kita dihargai lebih tinggi dari sopir truk atau bis yang mungkin dari segi keuangan menghasilkan lebih banyak. Karena itu, pendapatan hanyalah salah satu saja diantara variabel yang diperhitungkan dalam analisis pelapisan sosial. Variabel lainnya meliputi keturunan, kualitas pribadi ( kepahlawanan, kreativitas, dan lain-lain ), lapangan kerja dan pendidikan.
              Mengenai hubungan antara status sosial dengan pendidikan ini telah banyak penelitian yang dilakukan terutama di Amerika serikat. Pertama-tama ditemukan bahwa perbedaan kedudukan dalam pelapisan sosial berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap-sikap serta cita-cita dan rencana pendidikan. Perbedaan tersebut dikalangan orang tua maupun kalangan remaja. Citra diri ( self concept ) juga berbeda-beda sesuai status dalam stratifikasi sosial. Hal-hal tersebut besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar disekolah. Tentu keberhasilan ini akan didukung oleh kemampuan dan didorong oleh orang tua untuk menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diperlukan. Mengenai yang terakhir ini kurang terdapat pada keluarga lapisan rendah[23].
              Perbedaan kualitas fasilitas pendidikan juga tampak jelas antara yang terdapat dilingkungan perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan kenyataan ini, dapat dipastikan bahwa kualitas persekolahan formal membantu menguatkan arus urbanisasi, karena orang tua yang mampu akan berusaha memperoleh fasilitas pendidikan yang baik dikota untuk anaknya, meskipun harus dibayar mahal dari segi ekonomi. Apakah yang demikian tidak berarti pemuda-pemuda desa yang berstatus sosial akan tetap ketinggalan dalam mobilitas sosial vertikalnya?.
              Hal lain yang berkaitan dengan pelapisan sosial adalah isu mengenai materi pengajaran. Materi pengajaran yang termuat dalam kurikulum dan buku pelajaran dan bahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, telah melalui seleksi tertentu. Suatu analisis mengenai seleksi materi dan kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan adanya strata sosial tertentu yang memperoleh kemudahan-kemudahan melebihi strata lain. Waller pada tahun 1932 memberi gambaran yang bagus sekali tentang pengajaran bahasa yang diselenggarakan disekolah. Pengajaran bahasa ini diselenggarakan disekolah. Pengajaran bahasa ini merupakan kemudahan kepada pelajar yang berasal dari strata sosial menengah. Kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam materi pengajaran terutama diambil dari perbendaharaan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari strata sosial menengah. Jelas bahwa pelajar dari lapisan sosial rendah yang belum terbiasa dengan penggunaan kata dan ungkapan itu dituntut lebih banyak usaha untuk mengejar ketinggalannya dibanding dengan pelajar dari lapisan sosial menengah sendiri. Peristiwa yang semacam itu terdapat pula pada mata pelajaran lain seperti IPS yang menghendaki perluasan pengetahuan dari surat kabar, majalah, televisi, radio, dan perjalanan ke daerah lain. Dalam hal ini pun pelajar dari lapisan sosial rendah merupakan kelompok yang kurang beruntung. 
              Tesis Randall Collins (1979) dalam The Credential Sociaty : An Historical Sociology of Education and Stratification menunjukkan, sistem persekolahan formal justru sebagai biangnya proses stratifikasi sosial. Anak-anak keluarga kaya di Indonesia misalnya lebih banyak menikmati fasilitas pendidikan yang sangat baik. Bahkan mereka sempat untuk menambah pengetahuan dengan les privat dan aneka buku, majalah, komputer, internet, dan lain-lain. Sebaliknya anak-anak keluarga miskin harus memasuki sekolah yang tidak bermutu, baik baik fasilitas maupun sistem pembelajarannya. Di ujungnya lingkungan sekolah yang buruk memunculkan budaya kekerasan. Anak-anak keluarga dari miskin akan mudah emosi, agresif dan frustasi. Dengan kata lain pendidikan formal justru melahirkan stratifikasi sosial dan makin mempertajam kesenjangan. Mahalnya biaya sekolah justru diikuti pula oleh kemerosotan dunia ekonomi. Pengangguran terselubung makin banyak jumlahnya dan pertumbuhan penduduk tetap tinggi. Dari titik inilah muncul keresahan sosial, dan berbagai konflik yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial. Hukum Darwin siapa yang kuat dia yang menang berlaku[24].
              Stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang tidak dapat dihindari, artinya terdapat pada setiap masyarakat. Selanjutnya, pandangan mengenai pendidikan, keperluan akan pendidikan dan dorongan serta cita-cita dan hal-hal lain yang berkenaan dengan pendidikan, diwarnai oleh stratifikasi sosial. Di lain pihak, sistem pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui fungsi seleksi, alokasi dan distribsi yang semuanya berakibat pada terbentuknya atau terpeliharanya stratifikasi sosial. Jadi, secara langsung atau tidak langsung sistem pendidikan bersama dengan faktor-faktor lain diluar pendidikan melestarikan adanya sistem stratifikasi sosial. Apabila dalam segi kehidupan lain seperti ekonomi dan politik ada isyu tentang pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality and inequality of education). Isyu ini bukan hanya merupakan perdebatan dikalangan ahli dan peminat sosiologi pendidikan, melainkan juga dikalangan politisi yang memperjuangkan pemerataan distribusi berbagai fasilitas sosial dimasyarakat. Pemerataan memperoleh pendidikan meliputi beberapa pengertian. Pertama, setiap anak mendapat kesempatan belajar yang sama disekolah. Kedua, setaiap anak memperoleh kesempatan belajar disekolah sesuai dengan bakat dan minatnya. Ketiga, setiap anak memperoleh kesempatan mengembangkan pribadinya semaksimal mungkin. Isyu ini sampai sekarang masih diperdebatkan di antara ahli dan politisi.
              Meskipun stratifikasi sosial tak dapat dihindari, pada masyarakat yang menganut sistem stratifikasi sosial terbuka, orang mempunyai kesempatan luas untuk berusaha naik ke tangga sosial yang lebih tinggi. Namun, sebagai konsekuensinya terbuka pula kesempatan untuk turun atau jatuh dalam tangga sosial. Peristiwa naik turun tangga pelapisan sosial ini (mobilitas sosial) tidak terdapat dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial tertutup.

b. Hubungan Lapisan Sosial Dan Jenis Pendidikan
              Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan sebagai persiapan untuk perguruan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya. Pada umumnya  anak-anak yang orang tuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk studi di universitas[25].
              Orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya, akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya, anak-anak orang kaya tidak tertarik dengan sekolah kejuruan. Dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari golongan rendah daripada berasal dari golongan atas. Karena itu dapat timbul pendapat bahwa SMU mempunyai status yang lebih tinggi dari pada SMK. Murid-murid sendiri lebih cenderung memilih SMU, walaupun SMK memberi jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja dari pada yang lulus SMU.
              Demikian pula mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan perguruan tinggi mempunyai status yang lebih tinggi, misalnya matematika dan fisika dipandang lebih tinggi dari pada katakanlah, PKK dan Tata Buku. Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa, akan tetapi dikalangan orang tua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anak. Orang tua dan guru mempunyai pandangan yang lebih tinggi terhadap mata pelajaran atau kurikulum yang mempersiapkan murid untuk masuk perguruan tinggi dari pada yang tidak memberi persiapan itu.
              Dalam berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan sebagai indeks kesuksesan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi berkaitan erat dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti pendidikan tinggi dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
              Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi oleh sebab golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai keperguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan atas, beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang tua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya, dan lambang-lambang lain yang berkaitan dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anaknya. Orang tua yang berkedudukan tinggi, yang telah bergelar akademis, yang mempunyai pendapatan besar, merasa dirinya termasuk golongan sosial atas, dapat mengusahakan anaknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya, anak yang orang tuanya kurang mampu, tidak dapat diharapkan akan berusaha agar anaknya menikmati pendidikan tinggi.
            Pada tingkat SD, belum tampak pengaruh perbedaan golongan sosial, apalagi kalau kewajiban belajar mengharuskan semua anak memasukinya. Akan tetapi pada sekolah menengah, apalagi pada tingkat perguruan tinggi, lebih jelas tampak pengaruh perbedaan golongan sosial itu. Perbedaan presentase anak-anak golongan yang berada atau berpangkat, makin meningkat dengan bertambah tingginya taraf pendidikan dan usia pelajar.
            Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orang tua tentang pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orang tua yang berada, mengharapkan anaknya kelak memasuki perguruan tinggi, soalnya hanya universitas mana dan jurusan apa. Disamping tentunya kemampuan dan kemauan anak dapat mencirikan golongan seseorang. Sebaiknya, orang tua yang tidak mampu, tidak akan mengharapkan anaknya untuk menginjak pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi ada kalanya anak itu sendiri mempunyai kemampuan keras untuk berusaha dan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
            Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah memasuki perguruan tinggi adalah kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orang tua. Banyak anak golongan ini berkeinginan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi dihalangi oleh ketiadaan biaya. Banyak pula anak-anak yang putus sekolah karena alasan finansial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah, akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan ekstrakurikuler dan lain-lain.
            Pendidikan yang bermutu adalah suatu kebutuhan yang semakin penting agar mereka survival dalam persaingan yang semakin ketat. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan yang bermutu telah disejajarkan dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan dan papan. Tanpa pendidikan, yang bermutu mereka akan tetap tertinggal dan berada dalam strata sosial paling bawah. Timbulnya semangat para orang tua khususnya dari masyarakat strata bawah untuk menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi dan berkualitas adalah suatu sikap yang harus didukung oleh semua pihak. Namun semangat ini kandas dalam ketidak bedaannya akibat tidak terjangkaunya pendidikan yang berkualitas.
            Disatu sisi mereka sadar bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara indonesia seperti tertuang didalam UUD negara Republik Indonesia. Disisi lain kenyataan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu hanya milik orang yang berduit. Sementara mereka hanya dapat bersabar dan menunggu akan terjadinya keajaiban, mereka hanya dapat memandang langit mengharap kapan perubahan terjadi. Mereka sadar bahwa hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu hanyalah sebatas angan-angan belaka.
            Perbedaan mutu antar satu sekolah dengan sekolah lainnya dan atar satu daerah dengan daerah lainnya terjadi akibat adanya perbedaan sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan ini bukan hanya pada sekolah yang diselenggarakan oleh pihak swasta akantetapi juga sekolah negeri. Kurangnya intensitas dan ketajaman studi yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk mengatasi kesenjangan ini serta kurang berdayanya pemerintah dalam pengaturan sarana dan prasarana termasuk tenaga kependidikan, buku pelajaran, dan media pendidikan lainnya untuk mewujudkan pemerataan mutu adalah suatu kenyataan yang harus di akui.
            Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tergolong berkualitas tidak terjangkau oleh kebanyakan keluarga akibat besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sementara apabila anak mereka masuk kesekolah swasta atau perhuruan tinggi swasta yang nilai akreditasinya rendah, besar kemungkinan akan mengalami berbagai kendala yaitu kalah bersaing, dalam merebut pengaruh. Pilihan terakhir kemungkinan mengikuti kursus keterampilan atau mencari lowongan kerja atau menganggur. Permasalahan ini telah menimbulkan riak dan gelombang demonstran yang meneriakkan agar pemerintah mengupayakan pendidikan yang bermutu dan terjangkau rakyat kecil, dan menuntut agar pemerintah lebih aktif mengatasi dan mengendalikan pendidikan yang dikelolah oleh masyarakat, sehingga masyarakat pengelolah pendidikan tidak membuat pendidikan sebagai ladang bisnis.
            Setelah menelaah pembahasan diatas dapat kita ketahui bahwa hubungan stratifikasi sosial dengan pendidikan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1.      Hubungan yang tidak saling mempengaruhi.
Contoh  : Pada tingkat pendidikan SD, status siswa tidak dipengaruhi stratifikasi sosial sehingga semua golongan dapat menjangkaunya.
2.      Hubungan yang sebagian mempengaruhi.
Contoh   : Hasil dari pendidikan akan mempengaruhi asumsi masyarakat terhadap kemampuan dirinya dalam bidang keilmuannya.
3.      Hubungan yang saling mempengaruhi.
Contoh     : stratifikasi sosial yang terjadi dalam sistem RSBI. Secara tidak langsung RSBI adalah gambaran nyata bahwa stratifikasi sosial juga mempengaruhi pendidikan.

C. ANALISIS DAN DISKUSI
1.    Analisis
Menurut kelompok kami pendidikan dan stratifikasi sosial mempunyai hubungan dan keterkaitan yang sangat erat, di mana tujuan pendidikan adalah kekuatan spiritual agama, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan dimana semaunya merupakan bagian dari stratifikasi sosial. Keluarga, masyarakat dan sekolah merupakan tempat terjadinya proses pendidikan, di mana stratifikasi sosial sudah mengakar dan tak terpisahakan tempat terjadinya proses pembelajaran tersebut, dan stratifikasi sosial juga sangat di pengaruhi pendidikan.
Pendidikan juga meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi, dimana kebudayaan lama dan pengaruh lingkungan sekitar akan sangat berpengaruh.
Dasar stratifikasi sosial dalam masyarakat lebih disebabkan oleh adanya sesuatu yang dihargai lebih, baik itu kekayaan, kekuasaan, kehormatan, keturunan, maupun ilmu pengetahuan.
Pendidikan atau ilmu pengetahuan dalam  masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan dan pendidikan, orang yang memiliki keahlian atau berpendidikan tinggi akan mendapat penghargaan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak berpendidikan. Pendidikan merupakan salah satu dasar ter bentuknya stratifikasi sosial, dan mungkin dasar yang paling kuat karena orang yang mempunyai pendidikan akan lebih mudah dalam mendapatkan kekuasaan, kehormatan dan akan yang merupakan dasar terbentuknya stratifikasi sosial.
             




2.    Diskusi
a.    pertanyaan
b.   jawaban



















D. KESIMPULAN
1. Pendidikan ialah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam suatu masyarakat. System pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip, cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Stratifikasi sosial adalah pelapisan, pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang rendah. Selanjutnya disebutkan bahwa dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah adanya ketidak seimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
3. Perbedaan kedudukan dalam pelapisan sosial berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap-sikap serta cita-cita dan rencana pendidikan. Perbedaan tersebut dikalangan orang tua maupun kalangan remaja. Citra diri ( self concept ) juga berbeda-beda sesuai status dalam stratifikasi sosial. Hal-hal tersebut besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar disekolah. Tentu keberhasilan ini akan didukung oleh kemampuan dan didorong oleh orang tua untuk menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang diperlukan. Mengenai yang terakhir ini kurang terdapat pada keluarga lapisan rendah. Hubungan stratifikasi sosial dengan pendidikan dapat dijabarkan dalam 3 macam, yaitu : Hubungan yang tidak saling mempengaruhi, Hubungan yang sebagian mempengaruhi, dan Hubungan yang saling mempengaruhi.






DAFTAR RUJUKAN

Saripudin, Didin. 2010. Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikan . Bandung: Karya Putra Darwati.
Mubaraq, Zulfi, 2010. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press.
M. Setiadi, Elly & Usman Kolip, 2011. Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, Jakarta: Kencana.
www.beritaterhangat.net/2012/08/definisi-dan-pengertian-pendidikan.html
Syukur, Abdul, Ensiklopedi umum untuk pelajar (Jakarta : PT ichtiyar Baru Van Hoeve, tanpa tahun).

Suparlan, Kamus istilah pekerjaan sosial (Bandung : Kanisius, 1990).

Hasan, Fuad, Dasar-dasar kependidikan ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010).
Y Al Barry, M. Dahlan., Kamus induk istilah ilmiah (surabaya : Target prees, 2003).

Mustofa, Bisri, kamus lengkap sosiologi ( jakarta: panji pustaka, 2008).

Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta; KANISIUS, 1984),


[1] Abdul syukur, Ensiklopedi umum untuk pelajar (Jakarta : PT ichtiyar Baru Van Hoeve, tanpa tahun), 24.
[2] Suparlan, Kamus istilah pekerjaan sosial (Bandung : Kanisius, 1990), 32.
[3] Fuad Hasan, Dasar-dasar kependidikan ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010), 1-2.
[4] http://www.beritaterhangat.net/2012/08/definisi-dan-pengertian-pendidikan.html, diakses tanggal 1 april 2013, jam 15.00
[5] Ibid.
[6] M. Dahlan. Y Al Barry, Kamus induk istilah ilmiah (surabaya : Target prees, 2003).
[7] Bisri mustofa, kamus lengkap sosiologi ( jakarta: panji pustaka, 2008).
[8] Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, aplikasi, dan pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 400.
[9] Ibid.
[10] Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta; KANISIUS, 1984), 58.
[11] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama (Malang : UIN MALIKI PRESS, 2010), 64.
[12] Didin saripudin, interpretasi sosiologis dalam pendidikan. (Bandung : Karya Putra Darwati, 2010), 43.
[13] Ibid, 43.
[14] Ibid, 45.
[15] Ibid, 46.
[16] Ibid, 47.
[17] Ibid, 48.
[18] Ibid, 50.
[19] Ibid, 53.
[20] Ibid, 56.
[21] Ibid, 59.
[22] Ibid, 60.

[23] Ibid, 61.
[24] Ibid, 62.
[25] Ibid, 62.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar