PEMBAHASAN
A.
Teori
Masuknya Islam di Nusantara
1.
Teori
Makkah
Teori ini dicetuskan oleh Hamka dalam pidatonya pada
Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta (1958), sebagai antitesis untuk tidak
mengatakan sebagai koreksi–teori sebelumnya, yakni teori Gujarat. Disini Hamka
menolak pandangan yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad
ke-13 dan berasal dari Gujarat. Selanjutnya Hamka dalam seminar Sejarah
Masuknya Agama Islam Di Indonesia (1963) lebih menguatkan teorinya dengan
mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam
di Indonesia, kemudian diikuti oleh orang Persia dan Gujarat. Gujarat
dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan makkah sebagai pusat, atau Mesir
sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.
Hamka menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam
baru masuk pada abad 13, karena kenyataannya di Nusantara pada abad itu telah
berdiri suatu kekuatan politik Islam, maka sudah tentu Islam masuk jauh
sebelumnya yakni abad ke-7 Masehi atau pada abad pertama Hijriyah.
Guna dapat mengikuti lebih lanjut mengenai pendapat
tentang masuknya Islam ke Nusantara abad ke-7, perlu kiranya kita mengetahui
terlebih dahulu tentang peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia yang
dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak pernah dibicarakan oleh penganut
teori Gujarat. Tinjauan teori Gujarat menghapuskan peranan bangsa Arab dalam
perdagangan dan kekuasaannya di lautan, yang telah lama mengenal samudera
Indonesia daripada bangsa-bangsa lainnya.
T.W. Arnold dalam The Preaching Of Islam: A History
Of The Propagation of The Muslim Faith menulis bahwa bangsa Arab sejak abad
ke-2 SM telah menguasai perdagangan di Ceylon. Pendapat ini sama dengan
pandangan Cooke seperti yang dikutip oleh Abdullah bin Nuh dan D. Shahab ketika
menjadi pembanding dalam “Seminar Masuknya Agama Islam Ke Indonesia”. Memang
dalam informasi sejarah tersebut tidak disebutkan lebih lanjut tentang
sampainya di Indonesia, tetapi menurut Suryanegara bila dihubungkan dengan
penjelasan kepustakaan Arab kuno di dalamnya disebutkan al-Hind sebagai India
atau pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia pun di sebut
sebagai pulau-pulau Cina-maka besar kemungkinan pada abad ke-2 SM bangsa Arab
telah sampai ke Indonesia. Bahkan sebagai bangsa asing yang pertama yang datang
ke Nusantara. Karena bangsa India dan Cina baru mengadakan hubungan dengan
Indonesia pada abad 1 M. Sedangkan hubungan Arab dengan Cina terjadi jauh lebih
lama, melalui jalan darat menggunakan “kapal sahara”, jalan darat ini sering
disebut sebagai “jalur sutra”, berlangsung sejak 500 SM.
Kalau demikian halnya hubungan antar Arab dengan
negara-negara Asia lainnya, maka tidaklah mengherankan bila pada 674 M telah
terdapat perkampungan perdagangan Arab Islam di pantai Barat Sumatera,
bersumber dari berita Cina. Kemudian berita Cina itu ditulis kembali oleh
T.W.Arnold (1896), J.C. Van Leur (1955) dan Hamka (1958). Timbulnya
perkampungan perdagangan Arab Islam ini karena ditunjang oleh kekuatan laut
Arab.
Dari keterangan tentang peranan bangsa Arab dalam
dunia perniagaan seperti di atas, kemudian dikuatkan dengan kenyataan sejarah
adanya perkampungan Arab di pantai barat Sumatera di abad ke-7, maka terbukalah
kemungkinan peranan bangsa Arab dalam memasukkan Islam ke Nusantara.
Selain itu, Hamka juga mempunyai argumentasi lain yang
menjadikan dirinya begitu yakin bahwa Islam yang masuk ke nusantara berasal
dari daerah asalnya, Timur tengah, yaitu pengamatannya pada masalah madzab
Syafi’i, sebagai madzab yang istimewa di Makkah dan mempunyai pengaruh terbesar
di Indonesia. Analisis pada madzab Syafi’i inilah yang menjadikan Hamka berbeda
dengan sejarawan Baratatau orientalis. Pengamatan ini di lupakan oleh para
sejarawan Barat sebelumnya, sekalipun mereka menggunakan sumber yang sama,
yakni laporan kunjungan Ibbu Battutah ke Sumatera dan Cambay. Tetapi karena titik
analisisnya adalah permasalahan perdagangan, sehingga yang terbaca adalah
barang yang di perdagangkan dan jalur perdagangannya. Sebaliknya, Hamka lebih
tajam lagi merasuk pada permasalahan madzab yang menjadi bagian isi laporan
kunjungan tersebut.
Sedangkan Sayed Alwi bin Tahir al-Haddad, mufti
kerajaan Johor Malaysia berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dalam
abad ke 7 masehi atau dengan kata lain agama Islam masuk ke pulau Sumatera pada
tahun 650 masehi. Alasannya adalah karena Sulaiman as-Sirafi, pedagang dari
pelabuhan Siraf di teluk Persia yang pernah mengunjungi Timur jauh berkata
bahwa di Sala (Sulawesi) terdapat orang-orang Islam pada waktu itu yaitu
kira-kira pada akhir abad ke 2 hijriyah. Hal ini dapat dipastikan dan tidak
perlu dijelaskan lagi karena pedagang rempah dan wangi-wangian yang terdapat di
Maluku sangat menarik pedagang-pedagang muslimin untuk berkunjung ke Maluku dan
tempat-tempat yang berdekatan dengan kepulauan itu.
2. Teori Gujarat
Teori ini merupakan teori tertua yang menjelaskan
tentang masuknya Islam di Nusantara. Dinamakan teori Gujarat, karena bertolak
dari pandangannya yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari
Gujarat, pada abad ke-13 M, dan pelakunya adalah pedagang India Muslim. Ada
dugaan bahwa peletak dasar teori ini adalah Snouck Hurgronje, dalam bukunya L’Arabie
et les Indes Neerlandaises atau Revue de I’Histoire des Religius.
Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke
Gujarat berdasarkan pada: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan
peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Nusantara. Kedua, adanya
kenyataan hubungan dagang India-Indonesia yang telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi
tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan
antara Sumatera dan Gujarat.
Sarjana lain yang mendukung teori ini adalah W.F.
Stutterheim. Dalam bukunya De Islam en Zijn Komst In de Archipel, ia
meyakini bahwa Islam masuk ke nusantara pada abad ke-13 dengan daerah asal
Gujarat di dasarkan pada; 1). Bukti batu nisan Sultan pertama kerajaan Samudera
Pasai, yakni Malik al-Shaleh yang wafat pada 1297. Sutterheim menjelaskan bahwa
relif nisan tersebut bersifat Hinduistis yang mempunyai kesamaan dengan dengan
nisan yang terdapat di Gujarat. 2) Adanya kenyataan bahwa agama Islam
disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambai (Gujarat)-Timur
Tengah-Eropa.
Ada beberapa sarjana lain (sejarawan, antropolog, ahli
politik, dan lain-lain, yang memperkuat untuk tidak mengatakan terpengaruh
oleh argumen teori Gujarat ini. Di antaranya adalah Bernard H.M. Vlekke,
Clifford Geertz dan Harry J. Benda.
Bernard H.M. Vlekke dalam bukunya Nusantara: a
History of Indonesia, mendasarkan argumennya pada keterangan Marco Polo
yang pernah singgah di Sumatera untuk menunggu angin pada tahun 1292. Disana
disebutkan tentang situasi ujung utara Sumatera bahwa, di Perlak penduduknya
telah memeluk Islam. Selanjutnya Bernard H.M. Vlekke menandaskan bahwa perlak
merupakan satu-satunya daerah Islam di Nusantara saat itu. Dengan demikian
sarjana Barat ini merasa mengetahui dengan pasti kapan dan dimana Islam masuk
ke nusantara. Apalagi kemudian menurutnya, keterangan ini diperkuat dengan
inskripsi tertua di sumatera yang berupa nisan (Sultan Malik al-Shaleh) berangka
tahun 1297, dimana lokasinya terletak di desa Samudera, 100 Mil dari Perlak.
Seperti sejarawan sebelumnya, Bernard H.M. Vlekke juga
berpandangan bahwa nisan tersebut selain mempunyai kesamaan dengan yang ada di
Cambai, juga di import dari sana pula, Karena Cambai merupakan pusat
perdagangan Islam sejak abad 13. Dengan adanya persamaan nisan dan ajaran
mistik Islam Indonesia dengan India, maka ia berkesimpulan bahwa Islam yang
masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat.
Tentang peranan Gujarat sebagai pusat perdagangan
internasional, dan terutama sejak 1294 sebagai pusat penyebaran Islam, jauh
sebelum Bernard, telah mendapat perhatian dari Schrieke dalam Indonesian
Sociological Studies. Cuma bedanya sarjana yang terakhir ini
tidak mendasarkan argumennya pada laporan Marco Polo-karena menurutnya Marco
Polo tidak singgah di Gujarat-tetapi pada laporan Sanudo, Pangeran Hayton dan
Ibnu Battutah (1350). Dari Ibnu Battutah di dapat keterangan bahwa selain
keindahan masjid dan gedung-gedungnya, juga tentang perdagangan di Aden dan
adanya berbagai pedagang asing yang datang ke Cambay. Selanjutnya schrieke
memberikan gambaran tentang adanya ketergantungan antara Malaka dengan Cambay
dan sebaliknya. Juga menjelaskan tentang peranan Cambay sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah, terutama pada saat hubungan dagang Cina-India
dihentikan.
Sedangkan Clifford Geertz, untuk memperkuat teori ini,
dalam bukunya The Religion Of Java lebih menitik beratkan pada
perkembangan ajaran Islam di Indonesia, yang lebih diwarnai oleh ajaran Hindu,
Budha, bahkan animisme sebagai ajaran yang telah lama berkembang sebelum Islam.
Hal ini akibat dari putusnya hubungan Indonesia dengan negara sumber Islam,
yakni Mekkah dan Kairo. Sehingga terlihat praktek mistik Budha yang diberi nama
Arab, Raja Hindu berubah namanya menjadi Sultan, sedangkan rakyat kebanyakan
masih mempraktekkan ajaran animisme.
Senada dengan Geertz, Harry J. Benda juga mempunyai
pendapat yang sama tentang besarnya peranan India ketimbang Arab dalam proses
Islamisasi di Indonesia. Terutama ajaran mistik Islam yang dikembangkan di
Indonesia bukan oleh bangsa Arab, melainkan oleh bangsa India yang telah
beragama Islam. Bahkan Benda menegaskan bila agama Islam berasal langsung dari
Timur Tengah dan menerapkan ajaran asli di Nusantara, mungkin tidak akan
menemukan tempat di kepulauan itu, lebih-lebih pulau Jawa. Hanya dengan melalui
pemantulan dua kalilah, rupanya agama Islam mendapatkan titik pertemuan dengan
indonesia, khususnya dengan pulau Jawa. Untuk memperkuat pendapatnya ini Benda
mendasarkan pada kenyataan adanya orang-orang Arab yang telah lama tinggal di
pantai-pantai, tetapi mengapa baru pada abad ke-15 dan ke-16 Islam menjadi
kekuatan kebudayaan dan agama utama di Nusantara. Selain itu Benda dan kawannya
John Bastin juga berusaha memperlihatkan pengaruh India atas Indonesia di
budang yang lain, seperti: pengenalan adanya sawah dengan irigasi, penjinakan
sapi dan kerbau, dan pelayaran.
Dari berbagai argumen yang dikemukakan oleh para
pendukung teori Gujarat di atas, nampak sekali mereka sangat Hindu sentris,
seakan-akan perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama di Nusantara
tidak bisa dilepaskan dari pengaruh India. Di samping itu juga kebanyakan
mereka lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik
Islam di Nusantara. Seakan-akan Islam masuk di Nusantara dan langsung menguasai
struktur politik disana. Padahal tidak dapat dipungkiri bahwa Islam masuk di
Indonesia melalui infiltrasi kultural oleh para pedagang Muslim dan para Sufi.
3. Teori Persia
Pencetus teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat.
Teori ini berpendapat bahwa agama Islam yang masuk ke nusantara berasal dari
Persia, singgah ke Gujarat, sedangkan waktunya sekitar abad ke-13. Nampaknya
fokus ajaran teori ini berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah, sekalipun
mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta madzab Syafi’I-nya. Teori yang
terakhir ini lebih menitik beratkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di
kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan memiliki persamaan dengan
Persia di antaranya adalah:
Pertama, Peringatan 10 Muharram atau Asyura
sebagai hari peringatan Syi’ah atas syahidnya Husein. Peringatan ini berbentuk
pembuatan bubur syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan
Hasan-Husein. Di Sumatera tengah sebelah barat disebut bulan Tabut, dan
diperingati dengan mengarak keranda Husein untuk di lemparkan ke sungai.
Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara Syaikh
Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran-Hallaj, sekalipun al-Hallaj telah meninggal
pada 310 H / 922 M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi,
sehingga memungkinkan Syeikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat
mempelajarinya.
Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam
sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian
al-Qur’an tingkat awal:
Bahasa Iran
Bahasa Arab
Ø Jabar-zabar
fathah
Ø Jer-ze-er
kasrah
Ø P’es-py’es
dhammah
Huruf Sin yang tidak bergigi berasal dari
Persia, sedangkan Sin bergigi berasal dari Arab.
Keempat, nisan pada makam Malik Saleh (1297)
dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik di pesan dari Gujarat. Dalam hal ini
teori Persia mempunyai kesamaan muthlak dengan teori Gujarat.
Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia
terhadap madzab Syafi’i sebagai madzab utama di daerah Malabar, di sini ada
sedikit kesamaan dengan teori Makkah, Cuma yang membedakannya adalah P.A.
Hoesein Djajadiningrat di satu pihak melihat salah sati budaya Islam Indonesia
kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzab
Syafi’i terhenti di Malabar, tidak berlanjut sampai ke pusat madzab itu, yakni
di Makkah.
Kritikan untuk teori Persia ini di lontarkan oleh
Saifuddin Zuhri. Seorang kyai ini menyatakan sukar untuk menerima pendapat
tentang kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari Persia. Alasannya bila kita
berpedoman pada masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-7, hal ini berarti terjadi
pada masa kekuasaan Khalifah Umayyah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang
politik, ekonomi, dan kebudayaan berada di tangan bangsa Arab sedangkan pusat
pergerakan Islam berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Bagdad, jadi belum
mungkin Persia menduduki kepemimpinan dunia Islam.
TEORI
|
PELETAK
|
ABAD
|
PEMBAWA
|
ASAL
|
ARGUMEN
|
Gujarat
|
Snouck
|
13 M
|
Pedagang Muslim India
|
Gujarat India
|
1. Kenyataan historis hubungan dagang
India-Indonesia
2. Nisan Malik al-Shaleh tahun
1297 bersifat Hinduistis
|
Makkah
|
Hamka
|
7M/1H
|
Pedagang muslim Arab
|
Makkah
|
1. Peranan dagang bangsa Arab di Asia sejak 2M
2. Perkampungan Arab muslim di
pantai Barat Sumatera tahun 674M
3. Persamaan madzab Syafi’i dll.
|
Persia
|
Hoesein Dj
|
13 M
|
Pedagang Muslim Persia
|
Persia
|
Persamaan kebudayaan
1. Peringatan 10 Muharram sebagai
bulan Syi’ah (Minangkabau Bulan Hasan Husein / Sumatera Tengah Bulan Tabut)
2. Kesamaan ajaran Siti Jenar dan
al-Hallaj dll.
|
4. Teori Benggali
Teori ketiga yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa
Islam datang dari Benggali (Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pures
yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang
Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di semenanjung
Malaya dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka), pada abad ke-11,
melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan bahwa
doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, elemen-elemen
prasasti di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran.
Drewes, yang mempertahankan teori Snouck, menyatakan bahwa teori Fatimi ini
tidak bisa diterima, terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada
dinilai merupakan perkiraan liar belaka. Lagi pula madzhab yang dominan di
Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab Syafii seperti di semenanjung dan
nusantara secara keseluruhan.
5. Teori Cina
Islam disebarkan dari Cina telah dibahas oleh SQ
Fatimi. Beliau mendasarkan torinya ini
kepada perpindahan orang-orang Islam dari Canton ke Asia tenggara sekitar
tahun 876 . Perpindahan ini dikarenakan adanya pemberontakan yang mengorbankan
hingga 150.000 muslim. Menurut Syed Naguib Alatas, tumpuan mereka adalah ke
Kedah dan Palembang.
Hijrahnya mereka ke Asia Tenggaran telah membantu
perkembangan Islam di kawasan ini. Selain Palembang dan Kedah, sebagian mereka
juga menetap di Campa, Brunei, pesisir timir tanah melayu (Patani, Kelantan,
Terengganu dan Pahang) serta Jawa Timur. Bukti-bukti yang menunjukan bahwa
penyebaran Islam dimulai dari Cina adalah ditemukannya : batu nisan syekh Abdul
Kadir bin Husin syah Alam di Langgar, Kedah bertarikh 903 M, batu bertulis
Phan-rang di Kamboja bertahun 1025 M, batu isan di pecan Pahang bertahun 1028
M, batu nisan puteri Islam Brunei bertahun 1048 M, batu bersurat Trengganu
bertahun 1303 M dan batu nisan Fathimah binti Maimun di Jawa Timur bertarik
1082 M
B. Proses Masuknya Islam ke Nusantara(Indonesia)
Dalam kajian ilmu sejarah, tentang masuknya Islam di
Indonesia masih “debatable”. Oleh karena itu perlu ada penjelasan lenih dahulu
tentang penegrtian “masuk”, antara lain:
Ø Dalam
arti sentuhan (ada hubungan dan ada pemukiman Muslim).
Ø Dalam
arti sudah berkembang adanya komunitas masyarakat Islam.
Ø Dalam
arti sudah berdiri Islamic State (Negara/kerajaan Islam).
Selain itu juga masing-masing pendapat
penggunakan berbagai sumber, baik dari arkeologi, beberapa tulisan dari sumber
barat, dan timur. Disamping jiga berkembang dari sudut pandang Eropa Sentrisme
dan Indonesia Sentrisme.
1.
Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad
ke 7:
a.
Seminar masuknya islam di Indonesia (di
Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan
bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung
ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai
timur Sumatera.
b.
Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of
Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada
abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di
sumatera dalam perjalannya ke China.
c.
Dari Gerini dalam Futher India and
Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada
di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.
d.
Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam
Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian
Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di
kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
e.
Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam
Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin
Arab telah masuk ke Malaya.
f.
Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam
makalah ceramahnay berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia,
menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada
tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
g.
W.P. Groeneveld dalam Historical Notes
on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada
Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing
(Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).
h.
T.W. Arnold dalam buku The Preching of
Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam
datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
i.
2.
Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad
ke-11:
a.
Satu-satunya sumber ini adalah
diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam
Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf
Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
3.
Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad
Ke-13:
a.
Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan
bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh,
pada tahun 1292 M.
b.
K.F.H. van Langen, berdasarkan berita
China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
c.
J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase
en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
d.
Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern;
C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa
kerajaaan islam di kawasan Indonesia.
1.1
Siapakah Pembawa Islam ke
Indonesia?
Sebelum pengaruh islam masuk ke
Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab,
Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis
merasuk dan punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui
perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa
Arab, Persia, India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam di
kawasan Indonesia
a.
Gujarat (India)
Pedagang islam dari
Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
Ø ukiran
batu nisan gaya Gujarat.
Ø Adat
istiadat dan budaya India islam.
b. Persia
Para
pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
Ø Gelar
“Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
Ø Pengaruh
aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
Ø Pengaruh
madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
c. Arab
Para
pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti
antara lain:
Ø Menurut
al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut,
Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra,
Jawa, dan Malaka.
Ø munculnya
nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan islam.
d. China
Para
pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?),
mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti antar
lain :
Ø Gedung
Batu di semarang (masjid gaya China).
Ø Beberapa
makam China muslim.
Ø Beberapa
wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari
beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan
pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya dan pergaulan social yang
penuh toleransi (Umar kayam:1989)
1.2
Proses Awal Penyebaran Islam di
Indonesia
a. Melalui
Proses Perdagangan
Penyebaran
Islam di Nusantara melalui saluran perdagangan, artinya pendakwah itu disamping
membawa barang dagangannya, mereka pada sore hati (setelah berjualan) atau di
sela-sela waktu senggang dimanfaatkan untuk menceritakan hal ihwal tentang
agama Islam kepada masyarakat di mana ia berdagang, walaupun secara sederhana.
Dengan cara ini ternyata dapat dipahami sehingga dari waktu ke waktu penganut
Islam semakin bertambah, meskipun penyebarannya ketika itu belum merata ke
daerah-daerah di Nusantara. Namun demikian, jumlah penganut semakin melonjat,
bahkan bangsa kita sendiri yang kemudian ikut menyebarkannya. Dengan demikian
selain mencari keuntungan ala kadarnya para pedagang itu juga mengajar
masyarakat memeluk agama Islam. Motif perluasan agama ini sepenuhnya murni
untuk menyebarkan ajaran Islam. Pada saat yang sama, penduduk pribumi yang
bersedia masuk Islam menjadi lebih mudah diajak bekerja sama. Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada
dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran
yaitu melalui
perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab,
Persia dan Gujarat.
Pedagang
tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada
kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya
diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan,
seperti pedagang
Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan.
b. Melalui
Proses Struktur Sosial
Pada
perkembangan berikutnya, struktur sosial ini dimanfaatkan oleh para ulama untuk
menyebarkan ajaran Islam. Sebab jika raja-raja atau kaum bangsawan sudah lebih
dulu masuk Islam, maka dengan sendirinya rakyatnya akan mengikuti jejak-jejak
para bangsawan / raja tersebut. Dari kontak-kontak sosial ini, selanjutnya
menyebar kepada yang lainnya, dimulai dari keluarga, kerabat, teman dekat,
tetangga dan yang lainnya, sampai batas pulau sekalipun. dengan cara ini pula
penyebaran Islam di Nusantara semakin efektif dan semakin bertambah
pengikutnya. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi
semakin sering bahkan ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia,
sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
c.
Melalui Proses Pengajaran
Selain cara
yang dijelaskan diatas, para pedagang dari Timur Tengah mengemban misi
penyebaran agama Islam melalui pengajian, yaitu dengan membuka lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan yang selanjutnya dinamakan lembaga pendidikan pesantren.
Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sisitem
pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid. Perkembangan
Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan
Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok
pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan
masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka
para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya
masing-masing.
Di
samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan
ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah
diterima oleh rakyat Indonesia.
Di pulau Jawa, peranan mubaligh dan ulama tergabung dalam kelompok para
wali yang dikenal dengan sebutan walisongo yang merupakan suatu majelis yang
berjumlah sembilan orang. Majelis ini berlangsung dalam beberapa periode secara
bersambung, mengganti ulama yang wafat / hijrah ke luar Jawa.
C.
Perkembangan
Agama Islam di Beberapa Wilayah di Nusantara
1.
Di
Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan
tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki
Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh
utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan
Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam
makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” yang
digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan
Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam
yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik
Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri
semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk
Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi
gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh
Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan
bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di
taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan
Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar
Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan
Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran
penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para da’i,
baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan
ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara
kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para
ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia
sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di
Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju
Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M
dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar
pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang
membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
2.
Di
Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah
Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal
ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam,
bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi
Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah
selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan
Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan
Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau
Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu :
a. Maulana
Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga
dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa.
Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga
pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan
Gresik
b. Raden
Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh
tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam
mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya
Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang
marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
c. Sunan
Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub
bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa
menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum
Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia
menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
d. Sunan
Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir
tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah
yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e. Sunan
Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling
banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan
cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena
wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari
manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya
dalam rangka dakwah Islam.
f. Sunan
Drajat
Nama aslinya adalah
Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam
bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai
daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g. Syarif
Hidayatullah
Nama lainnya adalah
Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya
sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel,
Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan
kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala
itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah,
pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h. Sunan
Kudus
Nama aslinya adalah
Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960
H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu
warisan budaya Nusantara.
i.
Sunan Muria
Nama aslinya Raden
Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam
dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau
dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus. Diparuh awal abad 16 M,
Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman
keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau
Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup
bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang
pasti yaitu syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan. Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan. Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
3.
Di
Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia,
sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula
yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut
catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di
tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum
terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di
Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo
atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya
pulau Sulawesi. Kerajaan Gowa ini
mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan
Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i bernama
Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22
September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang
kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana
menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa. Setelah resmi menjadi kerajaan
bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan
lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan
Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar
Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa
(Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat
ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini
mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak
kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).
4.
Di
Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang
lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka
yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan
komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan. Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh
para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai
puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke
negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan
melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi
(Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan
Tunggang Parangan.
a. Kalimantan
Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan
adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya
kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota
oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam
peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan
Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam. Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat
kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat keraton
dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan
Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau
Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan
Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi
daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan
Sambangan.
b. Kalimantan
Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang
da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan,
sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para
pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
5.
Di
Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia
sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau
dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di
kepulauan ini. Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau
sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa
(terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M,
Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan
Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin
(1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore. Raja-raja Maluku yang masuk
Islam seperti :
a. Raja
Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah
beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya
dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina
c. Raja
Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja
Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada
tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.
Selain Islam masuk dan berkembang di
Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di
Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku. Daerah-daerah
di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan
Pulau Gebi.
0 komentar:
Posting Komentar