BAB II
PEMBAHASAN
A.
Model Pembelajaran Behavioristik
Salah satu teori psikologi belajar,
yang merupakan teori awal tentang belajar adalah Teori Behavioristik yaitu
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ada 3 jenis belajar
menurut teori Behavioristik yaitu (1) Respondent Conditioning, (2) Operant
Conditioning dan (3) Observational Learning atau sosial-cognitive Learning.
1. Teori
Belajar Respondent Conditioning
Teori belajar Respondent
Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan oleh Pavlov, yang
didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon
yang dapat diamati dan diramalkan.
Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji
stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang secara spontan memanggil respon.
Melalui Conditioning, stimuli netral (netral spontan) memancing refleks
namun sengaja dibuat agar mampu memancing respon refleks. Bila satu stimuli
menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan serempak
dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi muncul tanpa perlu
menghadirkan stimuli pertama.
2.Teori
Belajar Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori
belajar Operant Conditioning berpendapat bahwa belajar menghasilkan
perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh
kondisi di lingkungan.Teori Skinner (1954) sering disebut Operant
Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan
konsekuensi.Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon,
sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun
keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Perbandingan antara teori belajar Classical
Conditioning dan teori belajar Operant Conditioning
dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner menyebutkan bahwa banyak
respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi dapat dikondisikan pada
stimuli lain. Respon ini adalah kategori perilaku pertama, disebut respondent
behavior karena perilaku muncul sebagai respon atas stimuli.Selanjutnya
dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku yang tidak dipancing stimuli),
yang disebut Operant Behavior sebab telah dikerjakan pebelajar.
Generalisasi adalah pola merespon yang dilakukan
individu terhadap lingkungan atau stimuli serupa, sedangkan diferensiasi
adalah pola merespon individu dengan cara mengekang diri untuk tidak merespon
karena ada perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak sama, yang sebenarnya
sesuai direspon. Menggeneralisasi berarti merespon situasi serupa, sedangkan
mendeferensiasi berarti merespon dengan cara membedakan antara situasi saat dua
respon identik yang tidak sesuai dimunculkan.
Penerapan Operant Conditioning
dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced
learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk
dikaji pebelajar. Ketika pebelajar merasa siap diuji, ia menempuh tes agar
lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju
kepenggalan berikutnya. Jadi pebelajar sendiri yang menetapkan kecepatan dan
jangka waktu belajarnya.
3.TeoriObservational Learning(Belajar
Pengamatan) atau sociocognitive Learning (Belajar Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang bersangkut-paut
dengan peniruan disebut belajar observasi (Observational Learning).
Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana
dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah
dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social
learning) karena yang menjadi objek observasi pada umumnya perilaku belajar
orang lain. Belajar sosial mencakup belajar berperilaku yang diterima dan yang
diharapkan publik agar dikuasai individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung
proses belajar berperilaku yang tidak diterima publik. Perilaku yang
diterima secara sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya, dan
golongan masyarakat.
Diterima atau tidak diterimanya
perilaku sosial ditentukan oleh situasi dan tempat. Social Learning mengkaji
rangkaian perilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kondisi apa saja.
Belajar meniru disebut belajar observasi (Observasi Learning), yang meliputi
aktifitas menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagai hasil dari
mengamati perilaku model.
Albert Bandura (1969) mengartikan
belajar sosial sebagai aktivitas meniru melalui pengamatan atau
observasi.Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru.
Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial.
Model merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon
pebelajar.
Pada prinsipnya kajian teori
behavioristik mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau tingkah
laku.Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku
atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang
baru.Tingkah laku dapat disebut sebagai hasil pemodifikasian tingkah laku lama,
sehingga apabila tingkah laku yang lama berubah menjadi tingkah laku yang baru
dan lebih baik dibandingkan dengan tingkah laku yang lama. Perubahan tingkah
laku di sana bukanlah tingkah laku tertentu, tetapi perubahan tingkah laku
secara keseluruhan yang telah dimiliki seseorang. Hal itu berarti perubahan
tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku
afektif, dan tingkah laku psikomotor.
Menurut Edward Lee Thorndike (1874 –
1949), belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
- Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
- Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials)
dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.Bentuk paling dasar dari
belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa
terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum
berikut:
- Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
- Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
- Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan
hukum tambahan sebagai berikut:
- Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
- Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
- Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
- Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
- Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum
belajar antara lain:
- Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
- Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
- Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
- Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Karakteristik perubahan tingkah laku
dalam belajar, menurut penjelasan tim dosen pengembang MKDK IKIP Semarang
(1989) mencakup hal-hal seperti berikut ini.
a. Perubahan tingkah laku terjadi
secara sadar
Setiap individu dalam belajar akan
menyadari terjadinya perubahan perilaku tingkah laku atau sekurang-kurangnya
merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat
kontinu dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam
individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat
positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar,
perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya.Dengan demikian makin banyak usaha belajar
dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
d. Perubahan dalam belajar tidak
bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara
atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja dan tidak dapat
dikatagorikan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjsdi
karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Itu berarti bahwa tingkah
laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan
Perubahan tingkah laku itu terjadi
karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh individu
setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah
laku. Jika individu belajar sesuatu, sebagai hasilnya mengalami perubahan
tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan pengetahuan dan
sebagainya.
Belajar diartikan sebagai perolehan
keterampilan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan mutakhir proses belajar
diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neurofisiologi, neuropsikologi, dan
sains kognitif.
4. Prinsip Prinsip Teori Behavioristik:
a. Obyek psikologi adalah tingkah
laku
b. Semua bentuk tingkah laku di
kembalikan pada refleks
c. Mementingkan pembentukan
kebiasaan
5. Kerangka Berfikir Teori Behavioristik:
Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya.Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar.
6. Implikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran:
Implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
- Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
- Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.
- Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
- Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
- Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
- Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara keduanya.
7. Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
SD:
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menerapkan teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya
yaitu:
- Mementingkan pengaruh lingkungan.
- Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
- Mementingkan peranan reaksi.
- Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
- Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
- Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
- Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
8. Kelebihan Teori Belajar Behavioristik:
- Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
- Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
- Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
- Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
- Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
- Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
9. Kekurangan Teori Belajar Behavioristik:
- Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
- Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
- Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
- Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
- Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
B. Model Pembelajaran
Humanistik
Menurut teori humanistik belajar
harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia.Teori
belajar humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat.Teori
ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran
humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar
secara optimal.Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik
(memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan
manusia).
Salah satu ide penting dalam teori
belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan
sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan
dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar.
Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada
sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai
kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.
Aliran humanistik memandang belajar
sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh
bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya
emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya
untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya, disarankan
untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan,
kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
1. Pandangan Kolb (Experiential Learning Theory)
Teori ini dikembangkan oleh David
Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan
belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi
pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan
mentransformasi pengalaman.
Experiential Learninng Theory
kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning yang menekankan
pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman
kemudian mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Lebih lanjut, Kolb membagi belajar menjadi 4 tahap :
a. Tahap pengamalan konkrit
(Concrete Experience) Merupakan tahap paling awal, yakni seseorang mengalami
sesuatu peristiwa sebagaimana adanya (hanya merasakan, melihat, dan
menceritakan kembali peristiwa itu).Dalam tahap ini seseorang belum memiliki
kesadaran tentang hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi,
dan mengapa hal itu terjadi.
b. Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif
(Reflection Observation) Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa
yang dialami, mencari jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
c. Tahap Konseptualisasi (Abstract
Conseptualization)Pada tahap ini seseorang sudah berupaya membuat sebuah
abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, prosedur tentang sesuatu yang sedang
menjadi objek perhatian.
d. Tahap Eksperimentasi Aktif
(Active Experimentation) Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen
secara aktif, dan mampu mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata.
Pada dasarnya, tahap-tahap tersebut
berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar, (begitu saja terjadi).
Experiential Learning merupakan
model pembelajaran yang sangat memperhatikan perbedaan atau keunikan yang
dimiliki siswa, karenanya model ini memiliki tujuan untuk mengakomodasi
perbedaan dan keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dengan mengamati
inventori gaya belajar (learning style inventory) yang dikembangkan
masing-masing siswa, David Kolb mengklasifikasikan gaya belajar seseorang
menjadi empat kategori sebagai berikut:
a. Converger
Tipe ini lebih suka belajar jika
menghadapi soal yang mempunyai jawaban tertentu.Orang dengan tipe ini tidak
emosional dan lebih suka menghadapi benda daripada manusia.Mereka tertarik pada
ilmu pengetahuan alam dan teknik.
b. Diverger
Tipe ini memandang sesuatu dari
berbagai segi dan kemudian menghubungkannya menjadi suatu kesatuan yang
utuh.Orang dengan tipe ini lebih suka berhubungan dengan manusia.mereka lebih
suka mendalami bahasa, kesusastraan, sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
c. Assimilation
Tipe ini lebih tertarik pada
konsep-konsep yang abstrak.Orang dengan tipe ini tidak terlalu memperhatikan
penerapan praksis dari ide-ide mereka. Bidang studi yang diminati adalah bidang
keilmuan(science) dan matematika.
d. Accomodator
Tipe ini berminat pada penngembangan
konse-konsep.Orang dengan tipe ini berminat pada hal-hal yang konkret dan
eksperimen. Bidang studi yang sesuai untuk tipe ini adalah lapangan usaha dan
teknik sedangkan pekerjaan yang sesuai antara lain penjualan dan pemasaran.
Dari keempat gaya tersebut, tidak
berarti manusia harus digolongkan secara permanen dalam masing-masing kategori.
Menurut Kolb, belajar merupakan suatu perkembangan yang melalui tiga fase
yaitu, pengumpulan pengetahuan (acquisition), pemusatan perhatian pada bidang
tertentu (specialization) dan menaruh minat pada bidang yang kurang diminati
sehingga muncul minat dan tujuan hidup baru. Sehingga, walaupun pada tahap awal
individu lebih dominan pada gaya belajar tertentu, namun pada proses
perkembangannya diharapkan mereka dapat mengintegrasikan semua kategori
belajar.
2. Pandangan Honey Dan Mumford
Pandangan tentang belajar Honey dan
Mumford banyak dipengaruhi oleh Kolb. Mereka kemudian menggolong-golongkan
orang belajar menjadi empat macam golongan yaitu:
a. Kelompok aktivisKarakteristik :
1) Senang melibatkan diri dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan untuk meperoleh pengalaman yang baru
2) Mudah diajak berdialog
3) Mempunyai pemikiran yang terbuka
4) Menghargai pendapat orang lain
5) Mudah percaya pada orang lain
6) Kurang pertimbangan yang matang
dalam melangkah.
b. Kelompok reflector Karakteristik :
1) Sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan dalam mengambil keputusan
2) Tidak mudah dipengaruhi orang
lain
3) Cenderung bersifat konservatif
c. Kelompok teoris Karakteristik :
1) Sangat kritis
2) Suka menganalisis
3) Selalu berpikir rasional dengan
menggunakan penalaran
4) Segala sesuatu dikembalikan pada
teori dan konsep
5) Tidak menyukai pendapat /
penilaian yang subyektif
6) Tidak menyukai hal-hal yang
spekulatif
7) Mempunyai pendirian yang kuat
8) Tidak mudah dipengaruhi orang
lain
d. Kelompok pragmatis Karakteristik :
1) Praktis, tidak suka bertele-tele
dengan suatu teori/konsep
2) Sesuatu berguna apabla dapat
dilaksakanan/ dipraktekkan bagi kehidupan manusia
3. Pandangan Habermas
Menurut Habermas, proses belajar terjadi
apabila terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan
alam maupun sosial. Ada 3 tipe belajar :
a. Belajar Teknik ( Tehnical
Learning ) Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan
lingkungan alam secara benar. Seseorang harus menguasai pengetahuan dan
ketrampilan agar dapat menguasai dan mengelola lingkungan dengan benar.Dal hal
ini ilmu alam sangat diperlukan.
b. Belajar Praktis ( Practical
Learning ) Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan
lingkungan social ( orang-orang yang ada disekeliling ) secara baik. Bidang
ilmu sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi dan seenisnya sangtlah
dibutuhkan dalam belajar praktis.Namun demikian tidak berarti lingkungan alam
diabaikan.
c. Belajar Emansipatoris (
Emancipatory Learning) Belajar emansipatoris menekankan pada upaya seseorang
mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan
atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Ilmu-ilmu yang berhubungan
dengan bahasa dan budaya sangat dibutuhkan.Tahap ini oleh Habermas dianggap
tahap belajar yang paling tinggi, karena transformasi kultural adalah tujuan
pendidikan yang tertinggi.
4. Pandangan Bloom dan Krathwohl
Pandangan ini menekankan pada apa
yang harus dikuasai oleh individu ( sebagai tujuan belajar ) setelah melalui
peristiwa belajar. Tujuan belajar telah dirangkum dalam tiga kawasan yang disebut
Taksonomi Bloom, yakni :
a. Domain Kognitif, terdiri atas 6
tingkatan , yaitu :
1) Pengetahuan ( mengingat, menghafal
)
2) Pemahaman ( menginterprestasikan
)
3) Aplikasi ( menggunakan konsep
untuk memecahkan masalah )
4) Analisis ( menjabarkan suatu
konsep )
5) Sintesis ( menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi sebuah konsep yang utuh )
6) Evaluasi ( membandingkan nilai –
nilai, ide, metode , dll )
b. Domain Psikomotor, terdiri dari 5
tingkatan, yaitu :
1) Peniruan ( menirukan gerak )
2) Penggunaan ( menggunakan konsep
untuk melakukan gerak )
3) Ketepatan ( melakukan gerak
dengan benar )
4) Perangkaian ( melakukan beberapa
gerakan sekaligus dengan benar )
5) Naturalisasi ( melakukan gerak
secara wajar )
c. Domain afektif , terdiri dari 5
tingkatan, yaitu :
1) Pengenalan ( ingin menerima,
sadar akan adanya sesuatu )
2) Merespon ( aktif berpartisipasi )
3) Penghargaan ( menerima
nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu )
4) Pengorganisasian ( menghubungkan
nilai yang dipercayainya
5) Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
BAB III
KESIMPULAN
A,
Kesimpulan
Ada 3 jenis belajar menurut teori
Behavioristik yaitu (1) Respondent Conditioning, (2) Operant Conditioning dan
(3) Observational Learning atau sosial-cognitive Learning.
Teori humanistik mampu memberikan
arah terhadap semua komponen pembelajaran.Semua komponen pendidikan diarahkan
pada terbentuknya manusia yang ideal, yaitu manusia yang mampu mencapai
aktualisasi diri. Seseorang akan mampu belajar dengan baik jika mempunyai
pengertian/ pemahaman tentang dirinya.
Teori humanistik sangat membantu
para pendidik dalam memahami arah belajar.Pendidik harus memperhatikan
bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri.Pengalaman
emosional, dan karakteristik individu harus dipehatikan dalam rangka
perencanaan pembelajaran.
Menurut teori ini, agar belajar
bermakna bagi siswa, perlu inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendri.